Tembok Tua Hatiku (Bt:ma2)

Ada suara sedih yang keluar dari dalam tembok rumahku pagi ini. Ia berasal dari kulit cat yang mengelupas karena didera situasi. Matanya begitu tangis, bibirnya berucap sepi, langkahnya tersendat tertahan di setiap dimensi ruang kamarku.

Hari-hari yang ia jalani begitu pedih. Menempel pada pikiran yang beredar di udara. Ia semacam bom waktu bagi rumah. Selalu menghitung mundur kekurangan dari kelebihan yang nampak adanya.

Lama kelamaan tembok itu tak lagi putih tapi kelabu. Tersamarkan oleh duka derita kelembaban. Pagi ini kukuas ia dengan pandangan baru di permukaannya. Ku coba memberinya warna baru pada wajahnya yang kusam.

Beberapa sapuan membuat ia lebih segar namun penuh tanda tanya dalam pikiran. Apa yang ia pikirkan akhirnya? Ia tembok tempat ku berlindung dari panas dan hujan, tempat sandaran saat aku remuk. Kini mengelupas dan resah. Apakah ia akan seperti tembok yang kokoh buatku atau sebagai pencetus segala gejala. Masih dengan kuas di tangan dan warna kesukaanku dipikiran.

Kita sama memberi arti yang beda pada dunia, pada rumah tempat kita bernaung. Namun warna dan selera kita tak pernah ketemu pada langit yang sama. Sering warna biru begitu pudar dalam permukaannya lalu ku beri biru laut yang dalam, agar segala ikan berenang di dalam nya. Terkadang hijaunya menuju kecoklatan, kukuas ia dengan pucuk cemara yang segar dan bergelora.

Kita berada dalam udara yang sama, sama-sama merasa hidup. Ingin hidup, mau hidup, mencari hidup dari kata yang kusebut kebahagiaan. Lalu warna pelangi membuat kita lupa akan warna-warna lain. Kini kutawarkan hitam-putih pada tembok itu, ia diam dan tepekur. Apakah yang ada dalam pikirannya saat ini?

Tembok itu berdiri lalu mencoba mengokohkan diri sekali lagi. Dan aku berusaha mengimbangi tingginya dengan tangan ku yang kecil.

Comments

Popular posts from this blog

Di Meja Makan

PANTUN BUJANGAN

Pelabuhan