Sabtu

Hari di mana kita pernah berjanji, tentang masa depan yang akan kita lukis di atas tembok putih rumah kita. Saat angin malam mengusir ragu dari kerut di sudut matamu, menjadikannya sinar pengharapan. Dan dua sudut bibirmu melebar malu akan kemulukannya.

Sebelumnya ada kebohongan terangkai. Pra waktu mempertemukan kita, telah kusiasati pesan singkat itu. Ku katakan tentang ajakan menonton sebuah film romantis. Tak kau duga akan apa yang terkatakan pada telinga mu yang mungil.

Sebuah kata tentang "Cinta"

Detak jantung mu berdebar tak menentu. Membadai di samudera tak bernama, dengan kedalaman rasa yang tak pasti. Semula ku rasa kau menajamkan wajah hingga terasa kecut di dada. Namun seperti yang tak ku duga pula kau memberi senyum itu.

Kita sama bersinarnya bulan di langit. Tak ada ragu setebal awan di sana. Hatimu telah menjadi batu pualam bersinar keperakan di atas permukaan sungai dengan bulan yang kita beri kasih.

Di hari di mana kita ikrarkan Kata-kata pusaka. Angin berhembus sepoi mengangkat kita ke langit. Memberi mimpi seindah malam. Merangkai cerita yang tak bisa kita tebak akhirnya.

Hari itu adalah hari ini. Hari yang telah terlupakan. Karena telah banyak kisah yang kita buat namun tak satupun dapat terangkum dalam kamus hatiku.

Kisah kita hanya jadi sanjak yang tak pernah kau baca. Mungkin akan menjadi sebuah pajangan tapi tidak pernah kau lirik sekalipun. Akan menjadi suatu hari yang tak pernah muncul. Hari di mana akhirnya ku melihat bintang dan bulan mencari bahagia di langit yang berbeda.

Aku merenung tentang hari itu, dengan sebatang rokok yang tak bisa lagi kuhisap. Secangkir kopi pahit yang tak bisa lagi ku cecap. Tapi belum juga ingin kurampungkan kenangan kini.

Sudah terlalu lama aku duduk menunggu dirimu. Dan akhirnya aku mulai terbiasa dengan malam dan dingin tentunya. Menatap menanti kantuk yang berangsur pulih di bola mata. Dan malam berlalu. Selalu dengan sempurnah.

Comments

Popular posts from this blog

Di Meja Makan

PANTUN BUJANGAN

Pelabuhan