Ciuman Sang Embun

Entah harus dari mana  menggambarkan dirimu. Karena asap rokok yang menguap di atas kepalaku saja sudah cukup mengingatkan pada mu. Ketika itu bibir merahmu juga menyemburkan asap yang sama.

Wajahmu seperti kabut di waktu pagi. Dingin berembun di titik bibir yang terbuka. Ingin ku hirup kabut itu sedalam nafasku, melumatnya sehangat mentari menyentuh kuntum bunga. Tanpa bekas dan tandas hingga berasa hangat di ujung perih.

Berkali-kali asap itu menimpah wajahku. Dan wajahmu hilang dalam bayang. Kau segaris siluet mentari pertama. Membentukmu menyerupai khayalan nakal di otakku. Dan lidahmu menjulur gemas, membasahi sepasang daging di sana.

Aku tahu, Kau tak nyata saat ini. Karena asap yg ku hirup telah membutakan indraku. Membius rinduku akan otak yang tak berdaya pada hasrat. Kau begitu jelas sekaligus begitu abstrak. Wajahmu hanya nyata dalam pikiran. Namun menghilang seketika dalam udara kosong.

Dan ketika aku ingin melihat dirimu lagi, ku hembuskan berbatang-batang rokok di ujung bibir. Hingga jari telunjuk ini terbakar bara dan debu berhembus di sembarang rasa.

Kita telah menghabiskan segudang resah di tempat ini. Dan wajahmu sayup karena pedih. Kau katakan "Dekaplah aku, selagi ada, karena esok aku hanya mimpi buatmu"

Ku katakan,"Kau milikku, bukan mimpi, Kau hadir karena aku. Jadi berhenti berkata-kata, masuklah kedalam jiwaku"
Ada yang meracau, monolog dalam tidur. Dan embun pagi menyadarkan tubuhku dengan ciuman di wajah, dan kebekuan puntung rokok di sela bibir.

Comments

Popular posts from this blog

Di Meja Makan

PANTUN BUJANGAN

Pelabuhan