HANYA SEBUAH BUKU

Kau lihat, buku yang tebal dan tak ingin kau baca lagi. Itu adalah aku yang sekarang. Berhalaman banyaknya lembar kertas di sana merupakan catatan perjalanan hidup kita.

Dulu kau menuliskan namamu di sana. Menceritakan kisahmu. Suka duka serta segala yang tak ingin kau katakan.

Kadang kertas-kertas itu sebagian robek dengan sengaja. Dan ditetesi air mata, hingga permukaannya basah. Dan tintanya pun meluber,keluar dari kertasnya.

Kadang pula buku itu kau jadikan teman di saat sepi. Menuliskan resep masakan dari Oom Google, atau sekadar sebagai pengingat saat menentukan tanggal dan catatan kecil dari otakmu yang telah over memori.

Aku masih ingat saat kau sedih atau sedang tak ingin diintip apa yang sedang tergores di sana. Buku itu selalu kau jadikan tameng di dada atau wajahmu. Dan aku hanya bisa mencium bau parfum dan wanginya shampo yang kau pakai.

Kini buku itu hanya menjadi barang usang. Sebagian covernya berwarna kecoklatan. Sebagian halamannya penuh coretan. Dan sebagian isinya mulai pudar.

Namun ada satu halaman dalam buku tebal itu yang tak pernah lagi kau ingat. Lembarannya masih putih dan tulisannya masih jelas terbaca. Ada satu kalimat yang akan terus tersimpan meski rayap merayapi tiap halamannya. Dan waktu melapukkan jadi debu.

Kata itu yang membuatmu memiliki alasan untuk menuliskan namamu di sana. Menjadi bagian dari tiap lembarnya, dalam tiap tetes cintanya. Mewarnainya dengan tinta, lalu kau gores dengan rasa.

Namun sayang kini kau tak mampu lagi menulis. Bahkan membaca. Bukannya kau telah bodoh untuk mengeja, tapi dirimu sungguh sukar memaknai diriku sekarang. Karena aku hanyalah buku tebal yang enggan kau baca. Meski sebagai pengantar tidur matamu yang teduh.

Ibnu Nafisah
Kendari  19 agt 2015

Comments

Popular posts from this blog

Di Meja Makan

PANTUN BUJANGAN

Pelabuhan