Jumat
Di jalan yang pernah kita lalui ada lubang besar kini. Katanya pelebaran jalan sudah mencapai tempat kita berdiri saat itu, semua berubah tapi hanya satu yang akan tetap tinggal.
Aku menghirup debu kenangan dari jalan itu. Jalan di mana rumah-rumah iri melihat jemari kita saling bertaut. Jendelanya terbuka lebar mengamati kita mendendangkan dunia yang indah saat itu. Serta Pintu-pintunya tersenyum risih.
Pada pohon tua yang berbonggol di sisi jalan, di batangnya masih ada inisial nama kita dan juga tanda hati lengkap dengan tanda panahnya. Kini telah rata dengan tanah. Seiring hilangnya cerita kita yang berangsur memudar di beberapa bagian. Namun yang jelas bagianku masih nampak utuh kisahnya.
Ingatkah kau masjid yang kita datangi saat itu. Kini aku di sana menunaikan shalat Jumat. Masih jernih dalam ingatan saat kau dan aku panik sekaligus geli menangkap basah anak yang berniat mengambil sendal favorit mu. Atau memang salah memakai sandal saja saat itu. Seperti aku yang salah memaknai dirimu kini.
Ada bunga yang selalu ingin kau petik di dekat pagar itu. Kini kau tak akan melihatnya, daunnya sudah berguguran dan bunga itu layu tak berwarna.
Anak-anak kecil yang berkejar-kejaran mereka sudah tak mau disebut anak-anak lagi. Meski masih bermain kotoran di selokan seberang jalan ini.
Aku takkan memberitahukan doaku pada Tuhan. Aku yakin Tuhan akan menyampaikan doa itu padamu, saat malam hening atau siang terik, atau di saat kau merasa sendiri di dunia ini dan butuh perlindunganNya. Saat itulah doaku akan bekerja. Seijin dan sekuasa yang Maha Pemberi Pertolongan.
Ada jalan-jalan yang selalu berubah menjadi genangan masa silam. Dan terkadang ada saat-saat di mana aku berpura-pura menjadi orang asing. Sebagai orang asing pun kini aku berpura-pura bertanya nama jalan ini. Walau kutahu jawabnya sebelum aku pertanyakan.
Saat keluar masjid seseorang berkata "Jalan ini bernama "Kenangan Rindu", dan aku menusuri layaknya seorang asing mencari alamat yang telah lama hilang.
Comments
Post a Comment