MALIOBORO
Apakah kita harus mengeja kata ramai. Sementara ada nestapa bertahta santai. Di sepanjang jalan di kotamu yang damai.
Huruf-huruf seakan nyangkut ditenggorokan. Angklung jalanan menambah desakan. Angkringan nangkring tertata rapi. Mata tak cukup dua untuk membaca orang menepi.
Tapi kemana dirimu menghilang? Benar, kadang kita merasa sepi di antara keramaian. Meski andong, ribuan toko, dan penjual bersarang. Bahkan gemulai tarian itu tak mudah terpalingkan.
Berkali-kali tanda jalanan itu ku eja. Benarkah ini jalan Malioboro, tempat segala keriuhan bertapa. Hanya bisa membaca namun tak bisa merasa.
Aku satu dari seribu yang ironis di kota ini. Berjalan di bawah bayang kerinduan hati. Mencari potongan puzzle yang kosong kini.
Kita ngamen di pinggiran jalan besar itu. Aura hingar bingar menusuk hasratku. Tapi jauh di ujung sana selalu nemu beku.
Ibnu Nafisah
Sagan, 29 Agustus 2015
Comments
Post a Comment