MENTARI YANG BERLONCATAN

Terbangun di saat seribu dewa sudah hilang di udara. Kabut kahyangan menyerah pada sang mentari. Dan bidadari telah terbang bebas, setelah semalaman bersarang di pohon itu.

Masih saja wajahmu menjadi migrain di beberapa bagian kepala. Berlompatan mencari lubang di sana.

Ingin menelpon, rasa-rasanya tangan terkepal kebas menulis huruf namamu.

Atau menulis sepucuk surat saja. Agar kita bisa berkasih-kasihan di tiap kalimatnya. Ah, ini cara kuno. Anak jaman sekarang mana ada yang kenal surat-menyurat.

Kemudian hape itu kupijit-pijit hingga memunculkan wajahmu. Secara ajaib. Bin salabin alakadabra, sms dari yang dirindukan muncul.

"Selamat, cinta pagi!"

Sebaris sms yang sengaja kau balik atau memang begitulah caramu mengartikan rasa di hati. Seperti saat marah kalimat yang sering kau katakan, "Aku rapopo!"

Lama kelamaan kita saling mengenal. Atau yang sebenarnya aku cukup mengenal sifat yang satu ini.

Dan apakah kali ini berarti kita berada dalam situasi yang sama. Bangun dengan migrain di kepala. Dan wajahku berloncatan di pikiranmu yang kacau.

Kuharap semalam menjadi alasan kita saling mengingat satu sama lain. Alasan mengapa sesiang ini smsmu baru muncul dengan kalimat mesra di sana.

Ya, semalam adalah malam panjang buat kita. Hingga bidadari di atas pohon itu iri melihatnya. Dan para dewa serupa embun hanya bisa menggerutu, "Dasar anak-anak jaman sekarang!"

Ibnu Nafisah
21 agt 2015

Comments

Popular posts from this blog

Di Meja Makan

PANTUN BUJANGAN

Pelabuhan