Genova Internal Endova

Pernahkah merasa sembilu di dera gelitik
Daging yang entah dimana dalam dada dielus pisau tajam
Terbesit darah di pembuluh memancar aliran entah kemana
Sepihak hati tergerus silet di lain hal sebuluh halus menari genit
Coba kuasai diri karena gejolak tak jelas
Semakin teredam semakin lucu-sadis saja rasanya
Sebagian ingin lupakan sebagian datang bagai angin
Meniup pikiran terkenang lalu merasakan desiran kecil di sepanjang aliran darah
Aliran itu dari pikiran menuju hati melalui pembuluh rindu purba
Kemarin telah terfosilkan serapat mungkin di bawah sadar
Namun saat sinar mata bertemu rasa itu melonjak tak tentu
Kacaukan ritme ketenangan terjaga
Sudah kuludahi masa masa silam di tembok sejarah
Telah terbangun tugu peringatan di atasnya sebagai penanda kenangan
Lalu hantu itu tiba-tiba saja keluar
Melayang di alam pikiran
Berenang di danau es beku oleh waktu dan kejadian
Namun inilah yang terjadi
Bagai sejarawan otakku bercerita tentang masa lalu
Tahun dan hari hari di masa sejarah tentang pertempuran romantis di medan hati
Layaknya arkeolog jasadku meneliti serpihan kenangan yang telah membatu
Menaksir, menelaah, maha karya zaman dulu yang telah runtuh dari masa jayanya
Hingga daya magisnya menarikku lagi melalui lorong waktu
Ia ada, ia nyata, ia mondar mandir di sendang yang gelap dasarnya, dan barisan bulu mata tumbuh subur di pinggirnya
Ia berkata-kata di telaga hening berkarang kars di selah-selah rimbun daun telingaku
Ia menembus langsung bagai sinar pertama yang jatuh penuh dari langit membelah embun yang berseliweran di pepohonan jiwa
Ia kelinci lucu berlari di padang hati dan semudah itu pula menghilang dalam lubang tanah di luar jangkauan
Oh apakah ini Dia yang telah berganti wujud menjadi ia hingga menggoyahkan ketentraman batin
Kepada siapa harus kuukirkan perasaan ini jadi prasasti
Harus kemana semua bermuara agar terjawab segala rahasia
Hingga jalan dulu terlalui kembali menepi di tempat yang di tujuh sebelumnya
Tak ada jawab, tak ada suara terdengar untuk menjawab semua
Angin memantul di tembok kosong
Menarik diri dari khayal semu dengan ungkapan tak berarti "seandainya"
Aku tegakkan diri, tegarkan rasa, bahwa ini ilusi
Dan ia objek indah berwarna di langit
Ia memang mimpi sekaligus khayal yang berjalan nyata
Namun tetap tak tembus tangan
Sebatas bayang hitam yang kan hilang seiring senja.

Comments

Popular posts from this blog

Di Meja Makan

PANTUN BUJANGAN

Pelabuhan