Menelan Sebulat Bulan
Kau adalah puisi tentang kegelapan di langit yang menolak disebut pagi. Sinarmu membaca mata takjub pada kolam dalam hening. Bagai ikan hias berenang di samudera luas, sebentar jerit cipratan tanpa kata naik bagai gelembung. Kau juga rumah yang menolak memakai atap kecemasan, karena warna perak kebekuan sudah cukup menghantui. Kau beri bayang, disisi lain kau mencintainya hingga telanjanglah ia di matamu yang terang. Segala pepohonan kau beri sapuan kapas seputih mimpi, yang berjalan dalam kegelapan demi kegelapan dan tiba-tiba kau datang dengan percikan tawa dan canda di pucuknya. Dengan angkuhnya kau membesarkan diri sendiri. Menatap perih pada titik bintang yang hanya kau sentuh, sintuh semakna kesombongan. Mungkin dalam hati kau berkata "Betapa sedihnya hidup ini, kau terlalu kecil tak sebesar harapan dan dugaan". Jalan-jalan yang kau ludahi penuh debu pada sesalnya. Ia bosan disebut jalan juga setapak, demi sol sepatu kasar yang menancap pedih. Ia ingin di sebut ular