CINTA MUSIM PANAS

Telah kugugurkan daun hijau serta kata-kata rayuan dari tangkai bibirku yang gersang. Demi melihat senyum di wajah manismu wahai dara kemarau.

Pun telah terperas keringat jua rindu dari lembah-lembah mata air yang kering di dada lapang. Hanya untuk senandung asa yang kian runtuh, wahai dewi kekeringan.

Namun kita sama termangu dalam diam. Bukan karna ini berjalan berkepanjangan. Tapi, darah sudah menguap meninggalkan aliran di nadi dan urat hidupnya. Sepi menandus-tandaskan ingauan tentang cerita cinta kita yang hampir kandas wahai dinda kerontang.

Ibnu Nafisah
Kendari, 24 Oktober 2015

Comments

Popular posts from this blog

Di Meja Makan

PANTUN BUJANGAN

Pelabuhan