Posts

Showing posts from November, 2015

PETRICHOR

(Namamu ketika hujan) Kau adalah hujan bagi kemarau di waktu subuh Basahi seluk, peluk tubuh yang kan rubuh Teteskan setitik cinta di tubir bibir Membekap, dekap hasrat yang kian melipir Engkau pula rinai tersemai dalam alam kasihku Basahi seluruh, luruhkan jiwa jemawa nan ragu Pun bunga terlanjur layu, rayu jadi mekar Menunaskan pucuk kuncup semesta sekar Akhirnya kita lahir sebagai ricik yang gemercik Kitalah air mencair, gemerencik sukmamu kian rintik Lalu terbuai dalam alunan lamunan desau gemuruh merisau Lunas tuntaskan persetubuhan tanah pada hujan yang menderau Ibnu Nafisah Kendari, 01 Desember 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Gemerencik : Berbunyi seperti bunyi percikan air pada kaca Ricik : Tiruan bunyi hujan yang dibawa angin Petrichor : Aroma hujan pada tanah kering Derau : Tiruan gemuruh hujan di bawa angin Gemercik : Berbunyi seperti bunyi air yang jatuh menimpa genangan air.

HUJAN

Beribu rasa yang tercurah Berkejaran dalam kelenjar darah Satu persatu meresap mengecap dahaga Mencumbui sewindu rindu dibenak telaga Lumat segala pegunungan segara resah Puaskan binal luruhkan banal kelesah Tanah tubuhku berpagutsahutan erangan serangan merintik Menuntaskan tunas cintanya yang dulu tak lagi menitik Membuyarkan lagi kelabu paling deru Birunya langit pun cemburu saling buru Kitalah dua hati kasmaran dalam asmara Bergejolak melonjak menciptacipratkan aksara Meski tersadar bersandar pada cinta kian kelu beku Namun raga ragam jiwaku telah lama damba raba rebahmu Ibnu Nafisah Kendari, 30 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Kelesah : Gelisah Segara : Laut (an) Binal : Liar Banal : Kasar

SINONGGI

(Engkaulah nikmat yang tak kan pergi ) Ingin kusuapi dahaga rasa lapar akan dirimu. Atau sekedar mengunyah sayur hijau dari paras yang penuh kesegaran. Bahkan denting suara lirih sekalipun kini serupa ikan yang berenang dalam mangkok. Mungkin kau pikir aku gila saat ini. Karena semakin kau berucap rasa kenyang akan semakin terlempar pada piring-piring sagu yang kau sendok. Kita semeja. Pandangan itu membuat jiwa bernyanyi lagu kasmaran. Sayang, tambahkan lagi kuah ikan itu ke dalam hati yang kering ini. Oh, betul saja. Ini kenikmatan kecil yang kau sajikan padaku. Sepiring makanan daerah yang kau beri cinta di dalamnya. Dan rasanya semegah ciuman terkasih pada kinasih. Kaulah rasa lapar sekaligus kelapangan jiwa. Dahaga juga keceriaan kesegaran dunia. Dan biarkan kita habiskan berjam-jam dalam meja cintamu. Ibnu Nafisah Kendari, 22 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Sinonggi : Kuliner khas Kendari

SAJAK RINDU

#Puisi_Cinta_Sendu(Antologi Puisi Penerbit Mazaya Publishing House), terimakasih bukunya sudah tiba, puisi saya tercetak dengan indah di dalamnya, hehehe ... PUISI PATIDUSA BIAS ******************* SAJAK RINDU (Terinspirasi oleh: Lagu Rindu ;Kerispatih) Bintang Malam penuhi Kirana rindu belintang Menggelimantang rasa sendu hati Ingin lukis langit namamu Pada dingin bumantara Erat pelukku Se-udara Angkasa Tahukah engkau Siapa sang pemuja Berdiri kaku ingin menjangkau Embun kelam itu; aku Bermimpi belai kenya Meski beku Olehnya Sajak Cinta melonjak Tercipta buat dikau Belahan jiwa kian memukau Ibnu Nafisah Kendari, 22 September 2015 ------------------------ Catatan Kaki: Kirana : Sinar Belintang : Terletak melintang Menggelimantang : Memancar Bumantara : Angkasa Kenya : Gadis

SENJA PANTAI AKKARENA

#Puisi_Munajat_Sunyi(Antologi Puisi Penerbit LovRinz Publishing, Karya saya tercetak manis di dalamnya hehehe .... SENJA PANTAI AKKARENA Katakan padaku, wahai laut Riak gejolak pasir mengumpat Senja di dermaga kayu terbaut Matahari sewarna jingga merapat Kita seperti anak belia berenang Terapung saling mengagumi rindu Bercerita pada mereka yang terkenang Mengabadikan angin menderu Kita masih terlalu muda Mudah kecewa pada samudera Lain waktu memuja dunia Tabik dada idealis pada laut meraja Lupa, kitalah asin dalam keterasingan Tergaram dibumbui lika-liku kehidupan Sedang air laut tetaplah lautan Meski menolak menjadi asin dalam pengasingan Wahai anak laut yang koyak Oleh pasangan surut cinta Tetaplah senja 'Kan padam di tengah cakrawala Tetap 'kan bara esok memancarkan cahaya yang sama, setia Ibnu Nafisah Makassar, 06 September 2015 -------------------------- Catatan Kaki : Tabik : (ungkapan untuk memberi) salam, selamat

MAIR

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************** Kau datang pagi menyamai Bangkit lalu luruhkan Kembali membuai Menidurkan Bermadah tentang amal ibadah Dosa dulu tengadah Waktu melepuh Rapuh "Selamat tinggal," kaku tercecap Namun tak terucap Nyawa pulang Hilang Jasad ini kini muksa Tiada lagi Rukhsah Segala cerita Derita Tangis duka tak perlu Lampias kata kelu Berakhir kisah Pisah Semua akan sampai muara Berliku hingga samudera Sebelum wafat Taubat Ibnu Nafisah Kendari, 28 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Lampias : Lancar, deras mengalir Rukhsah : Kemudahan yang diberikan Allah swt karena sesuatu sebab tidak melaksanakan ibadah wajib Mair : Maut, Kematian Bermadah : Memuji-muji, mengucapkan syair (sajak) sebagai pujian Muksa : Tingkatan hidup lepas dari keduniawian

CANDI RATU BOKO #2

PUISI PATIDUSA ORIGINAL ************************ (Petilasan kita terkubur di sana) Kini hanya puing belaka Gapura kokoh berdiri Gelebah melata Sendiri Abhayagiriwihara Kutinggalkan padamu Puncak kedamaian semata Memuja-muji cinta yang jemu Ketika senja pun karam Akulah Rakai Panangkaran Bagai pualam Kasmaran Renjana Kenangan purba Terjebak ribuan silam Masing-masing dari kita tenggelam Tersirat ceruk Wadon Lanang Sampai kini burai Sejarah panjang Berai Jerembun Luka berembun Lalu prasasti tertimbun Wiraga moksa hati merabun Ibnu Nafisah Kendari, 28 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Jerembun : Keliatan atau muncul dengan tiba-tiba Abhayagiriwihara : Wihara di atas bukit yang penuh kedamaian, berada di situs Ratu Boko Rakai Panangkaran : Raja Mataram yang hidup pada tahun 746-784 Masehi Goa Wadon, Goa Lanang : Wadon wanita, Lanang Pria, berada dalam situs Ratu Boko Moksa : Tingkatan hidup lepas dari keduniawian Prasasti : Piagam dari

PSEUDO

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************** Cinta hadir sebagai bayang Merona, gelap hilang Akhir senja Sirna Dirimu pun hanya jejak Di langit menapak Ketika pagi Pergi Engkau  pula surya mengawan Sembunyi balik awan Sinar pupus Hapus Kau duniaku masa dahulu Waktu telah lalu Kenangan purba Terlupa Masa yang telah pergi Rasa lenyap asa Tinggallah diri Damba Ibnu Nafisah Kendari, 27 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Pseudo : Semu, Bayang, Palsu

SALAT

PUISI PATIDUSA CEMARA ********************** Subuh Tubuh seluruh Ruku sujud rubuh Bangun separuh bangkit luruh Siang Dosa terbayang Dzikir kata nyalang Tubi doa talu melayang Lembayung Sore mendayung Tauhid jalan terhuyung Tertatih gerak sukma layung Tiga Magrib merangka Amal hisab neraca Lewati petang lalui raga Malam Sebelum makam Sadar diri dalam Ibadah jaga hati tenteram Ibnu Nafisah Kendari, 27 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Nyalang : Terbuka lebar, tajam Layung : Warna kuning kemerahan-merahan di langit pada saat matahari akan terbenam Hisab : Hitungan, perhitungan

DEDAR #1

(Ketika hati terasa panas) Siang itu matahari kalap. Matanya nanar natap. Tembusi  Hati yang ratap. Aku dikejar rasa bahang. Turuti jiwa beringsang. Demi sebuah cinta yang melayang. Amarah layaknya bara. Saling panggang di hati nara. Lalu jadi debu di udara. Di sinilah aku berteduh. Pohon rindang tempatku mengeluh. Yang daunnya serupa kubah galuh. Memanggil jiwa haus cinta-Mu. Seumpama air tetesi rinduku. Obati dahaga kian meramu. Ibnu Nafisah Kendari, 18 September 2015 ------------------------ Catatan Kaki: Dedar : Panas (suhu tubuh) Bahang : Panas dari api/suhu tubuh Beringsang : Panas Nara : Orang/manusia Galuh : Perak, ratna(intan) sebagai sebutan putri anak raja

DEDAR #2

(Memilih untuk tidak jadi api) Jika menjadi api, kau adalah abu di puing berdebu Seumpama asap aku kan meniup pelan-pelan bara dalam hatimu Kan bakar segala harap juga asa Andai ilalang kering pun diriku, hawalah udara beringsang yang berkobar Lidah obornya menari-nari bersama amarah Seketika kita hanyalah gunung gundul menyala-nyala Bila tabung gas serupa tabiat, niscaya dirimu sewaktu-waktu meledak bagai bencana Hanguskan segala rupa dalam hidup dan jiwa Jadi serpihan luka pula duka Jikalau memang memilih kobaran yang tak padam Semburan panas tiada redam Jadilah vulkanik, cairkan diri sendiri lalu mati dan karam Sayang, Aku hanyalah suluh sekadar penerang Bukan gejolak babi buta selalu menyerang Aku pun karang, berlubang demi ombak beriak Merandu, demi kemarau menyesak Malam, demi bulan meruak Ibnu Nafisah Kendari, 26 November 2015 ------------------------ Ruak : Terbuka, menjadi lebar Beringsang : panas Suluh : Cahaya, penerang Dedar : Berasa panas (suhu tub

RAGA

(Menunggu roh untuk menghuninya) Aku ingin menjadi atapmu sekali ini Meneduhkan dari badai kemarau panjang Agar reranting tak mudah gugur melayang Bahkan ubin sebagai pijakan hati serana Menemani langkah demi langkah jejak hidup kelana Atau sekedar jadi dinding di antara matahari Hijab penutup mata dari pandangan hari Akulah pintu berdaun lebar nan ruak Tempat segala cerita menunggu terbuka untuk dikuak Seumpama jendela kusam Aku mengkultus jemari halus melunakkan jeram Bahkan jika kursi di teras kita kosong Menanti engkau letakkan secangkir asa selongsong Sembari songsong anak kita berbunga di halaman Ibnu Nafisah Kendari, 24 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Ruak : Terbuka, menjadi lebar Selongsong : Selubung, sarung Serana : Merana Kultus : penghormatan berlebihan terhadap orang, paham atau benda

GERHA

PUISI PATIDUSA BIAS ******************** (Rumah untuk kembali) Lagi Pagi pergi Kereta rel besi Di titian siang henti Sebentar stasiun sore merayapi Akulah peron menanti Malam terlewati Hari Rumah Tempatku kembali Meniti  lelah resah Adalah engkau pujaan hati Menyambut duka segala gundah Pun rindu mendesah Juga kelesah Gelisah Pelasah Kau jamah Benarkan letak kerah Setelah seharian daku lasah Wahai dikau garwa padmi Hanya dirimulah cinta Jiwa saresmi Bersemi Ibnu Nafisah Kendari, 24 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Kelesah : Gelisah Pelasah : Pakaian rumah sehari-hari Lasah : Bekerja membanting tulang Garwa Padmi : Istri, Permainsuri Gerha : Istri, permainsuri Saresmi : Setubuh

RUMAH

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************** (Kau yang tak berada di sana) Tempat teduh tidurkan lelah Tenangkan gelombang resah Redup redam Malam Atap damai jauhkan gelisah Dahaga pun sirna Pupus kelesah Bahagia Ke mana kau gerha Dulu datang menggoda Kini serana Meraja Seumpama samudera luas bentang Tanpa kapal terlentang Lari menggelandang Gerentang Tiada penghuni melepas hasrat Ramu jelaga kelam Lukis karat Belam Ibnu Nafisah Kendari, 24 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Kelesah : Gelisah Serana : Merana Gerentang : Berdentang-dentang Belam : menjejalkan Gerha : Istri, permainsuri

MASYGUL

PUISI PATIDUSA BIAS ******************* Rumah Pintu jendela Kubuka sepi menjamah Udara terpa wajah kecewa Bayang dirimu lekas lepas Berlari pergi lenyap Terasa limpas Senyap Teriak Amarah kesal Bagai ombak beriak Penuhi ruang kalbu sesal Initah arti kata sunyi Detak jam berbunyi Cicak sembunyi Bernyanyi Dinding Ubin membeku Serupa hantu merinding Terpeluk dada hampa memaku Akhirnya diri susah resah Karena hati koyak Jiwa gelisah Goyak Ibnu Nafisah Kendari, 24 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Goyak : Mengguncang, menggoyang(kan) Limpas : Tertuangi, terlampaui Masygul : Bersusah hati karena sesuatu sebab

MOLULO #2

PUISI PATIDUSA CEMARA ********************** Hei ... Genggam jemari Gong belum selesai Petang baru mulai hari Putar Buat bundaran Muda mudi melingkar Tari adat tanda persahabatan Hentak Kaki rempak Seirama alunan lagu Habiskan malam tinggalkan ragu Hei ... Jangan sedih Tempo takkan usai Mari bergoyang hingga letih Kenal Saling sapa Jodoh mungkin berawal Pun pererat rasa bersaudara Ibnu Nafisah Kendari, 22 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Molulo : Tari adat suku Tolaki (Kendari, Sultra)

KENDARI BEACH #3

(Kisah kita karam di sana) Dahulu, kita sepasang bayang kala senja tiba. Paras manismu menunjuk ke cakrawala. Sementara angin sibuk mendamaikan cinta nan gelora. Kita pernah melempar kerikil di teluk yang tenang. Akulah laut dan kau ikan kecil yang berenang manja . Diam-diam terhanyut di asinnya petang. Dan kini, siluetmu bak gelombang tak terjamah. Tenggelam hingga ke dasar angkara. Ah, pantai ini pun sesak oleh mereka yang mencinta. Ibnu Nafisah Kendari, 22 November 2015

PANTAI NAMBO

PATIDUSA BIAS ************** Gadisku Berombak tenang Dalam gelombang candu Terurai pasir nan panjang Kita pernah habiskan malam Ketika bibir ranum Belai temaram Mengulum Mendesah Kala kujamah Laut nan biru Teriak angin pun deru Pada pantai cumbui tubuh Saat bulan saresmi Gemintang rubuh Sunyi Oh ... Teluk permai Desirmu jadi roh Jiwa tenteram dan damai Ibnu Nafisah Kendari, 22 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Saresmi : Setubuh Pantai Nambo : Pantai di Kendari (Sultra)

DUA SEJOLI

Kita sepasang Seindah sendang dan kau air yang memaknainya  Adalah gelas berisi Selalu ingin menjadi cairan di dalamnya Pun gunung menjulang Terkadang ada sungai memeluk punggungnya Lalu dibibir manis itu Pulalah aku kan jadi merahnya Bahkan pada langit maha luas Awan gemawan titipkan semburat cintanya Ibnu Nafisah Kendari, 22 November 2015

HANYA BERPANDANGAN

Sinar senja cium netraku Mata berpagut mesra; indah Serupa lembayung rindu Pun bayang ukir saresmi Atma ucap sejuta hasrat Langit gejolak  membumi Aksara-akal bergumul dahsyat Tak kuasa palingkan sukma Lalu darah berdesir isyarat Kau berkedip alam rubuh jadi puing Tinggallah siluet kalap Hilang sadar terperangkap Kita berpandang penuh diam Tenggelam daku di samudera Hanyut rasa hati terdalam Ibnu Nafisah Kendari, 21 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Saresmi : Setubuh Atma : jiwa

I AM TOLAKINESE

PATIDUSA BIAS ************** Kendari Aku mencintaimu Sepanjang teluk mengitari Lima lingkar kota menjamu Gunung lipir baris angkasa Bak tembok raksasa Berdiri tugu Bersatu Oheo Tari lulo Bergoyang senikmat sinonggi Berparas manis Anawai Ngguluri Aku pula sang anakia Berdiri layaknya pria Genggam negeri Sendiri Anandonia Gagah rupawan Sambut wisata dunia Luale tersenyum indah menawan Aku bangga jadi tolaki Seperti sejatinya lelaki Berpegang kata Kalosara Ibnu Nafisah Kendari, 21 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Lima lingkar kota : 1. Lingkar Mandonga 2. Lingkar Poasia (tank) 3. Lingkar Kambu 4. Lingkar Lepo-Lepo (pesawat) 5. Lingkar Baruga (Simpang siur) Tugu : Tugu Persatuan Oheo-Anawai Ngguluri : Cerita rakyat Lulo (Malulo) : Tarian persahabatan Sinonggi : Kuliner daerah Anakia : Bangsawan Anandonia : Pemuda (Abang) Luale : Pemudi (None) Tolaki : Suku di Kendari Kalosara : Lambang pemersatu dan perdamaian yang sangat sakral d

ZAHIRNYA SEKUNTUM BUNGA

PATIDUSA BIAS ************** IzMha Setanggi puspa Senyum merah mekar Kelopak nan indah begar Hiasi taman bak permata Ditiup angin merona Tari menawan Rupawan Bunga Kembang berkah Ia pula himanga Hadiah sang terkasih rekah Wahai puspita nan jelita Parasmu elok tertata Takdir derita Melata Semangat Kibar mewangi Tak jua rengat Meski pupus tetap berpelangi Kini engkau lahir kembali Zahir hari ini Semoga ceria Bahagia Ibnu Nafisah Kendari, 20 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Zahir : Lahir Himanga : Balasan terhadap pemberian mas kawin pada adat Halmahera Melata : Akar, pangkal Rengat : Retak bergaris hampir pecah Setanggi : Kemenyan berbau wangi

RIBANG

(Rindu yang membuncah) Inilah aku yang sekarang Bercoreng nista dunia Kepala sujud pada-Mu Namun hati dan pikiran entah ke mana Cinta- Ke mana cinta kemarin Yang datang menggebu memburu belai-Mu Menyembah layaknya ilalang inginkan hujan Rindu- Bagai mata pedang nancap di jiwa termalu Inikah rasanya jauh dari Sang Khalik Gejolak resah bercabang kesah Datang silih berganti bak ribuan anak panah berkejaran Ya Allah ... Tuhan sesembahanku Beri aku setitik hidayah Hingga wajah hati berpaling pada-Mu LAGI- Seperti janji yang pernah terbersit saat keakuanku meminta hidup di dunia-Mu Hidup-matiku miliki Engkau Ya Rabb ... Ibnu Nafisah Kendari, 20 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Ribang : Rindu

KELUARGA

(Bersama dalam suka dan duka) Kita adalah sepasang. Kau asap dan aku api yang membakar. Lalu abu beterbangan di pangkuanmu. Dan kau berkata, "jangan menangis Nak, air susu ibu sudah kering biar kita tunggu hujan saja." Ketika hujan datang. Kita adalah sepasang. Kau daun dan aku batang. Kemudian tunas keluar dari sela-sela hijaumu. Lagi-lagi kau berkata, "tidurlah Nak, esok adalah matahari pertama. Ia akan menghangati seluruh hidupmu." Ibnu Nafisah Kendari, 30 Oktober 2015

INGIN

Ingin membisikkan hujan pada telingamu yang indah. Agar kau bermimpi dengan senyuman tentang cinta. Antara tanah dan air menjadikannya lembab. Ingin mengecupkan kata hijau pada bibirmu yang manja. Agar kelak kau terbangun di jiwa yang segar tentang kita. Antara kau dan aku terlelap menjadikannya satu. Ibnu Nafisah Kendari, 30 Oktober 2015

BULAN OKTOBER

Bulan Oktober Tak ada yang lebih panjang dari kemarau bulan Oktober. Ditariknya mentari dari Timur ke Barat. Tak ada yang lebih pandai dari tanah bulan Oktober. Disembunyikan rindu dalam tandus hasratnya. Dan tak ada yang lebih berani dari pohon bulan Oktober. Dibiarkan daun jatuh dan kering agar cintanya sampai hingga musim berganti. Ibnu Nafisah Kendari, 30 Oktober 2015

SEKETIKA SEBELUM HUJAN

Baru kali ini aku tersenyum melihat mendung. Wajahmu sebaris awan putih bercampur kelabu. Rasa teduh yang lama kita rindukan. Baru kali ini bibirmu bersemu manis. Deretan pepohonan menanti cinta yang hampir terkatakan. Namun tak jua terucapkan. Mungkin menunggu gerimis di jalan berdebu. Baru kali ini rasa semakin tak tertahankan. Ingin kupeluk punggung gunung dan meneriakkan sekencang, sebesar rindu yang termiliki. Baru kali ini terasa menyenangkan. Ketika kau akan berbalik memeluk udara hangat jiwaku. Dan selama itu aku pun terus menunggu. Riak-riak air mata bahagia dari paras yang syahdu. Ibnu Nafisah Kendari, 31 Oktober 2015

DI MASJID

PUISI HAIKU ------------ Hati berdoa Tes_ air mata netes Jiwa kemarau Ibnu Nafisah Kendari, 02 November 2015

TERSELAP

PATIDUSA ORIGINAL ******************* Desir darah aliri sukma Jiwa tangis gering Sebongkah hampa Kering Debu Mungkin abu Setitik zahra belaka Semesta luas tak hingga Siapa sangka hanya buih Bergerak di laut Maha puih Paut Roh Sekeping jasad Duniaku hina, oh ... Apa terkejar di jagad ? Bukankah hidup puja Ia Puji dalam dada Sembah Dia Saja Daku Lalu lupa Terlena fana liku Sesat pun sesak terasa Hanya air mata sesal Kian usik kesal Pada diri Peri Ibnu Nafisah Kendari, 02 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Terselap : Tiba-tiba terlupa akan dirinya, tidak sadar Gering : Sakit Peri : Hal, sifat, keadaan Puih : Lapuk atau buruk (tentang kayu dan sebagainya)

MAMA

#RA_Event_Puisi_Wanita Judul : MAMA (Sang wanita sejati) Karya : Ibnu Nafisah Aku besar di dada ibu Lahir dari rahim kelabu Seperti bayi manja menyusu Bergelantungan segala rindu Tak bosan panjatkan doa Segala hasrat juga cinta Bunda, nama seluruh dewi Beredar dengan sayap surgawi Terpeluk erat di hati Pun kenangan hidup sejati Kendari, 05 November 2015 ----------------------- BIODATA PENULIS    Menjadi seorang penulis adalah cita-cita dari seorang Ibnu Nafisah. Pria yang hobi membaca dan menulis ini lahir di Kendari, 11 Desember 1981. Lelaki yang pernah mengecap dunia kemahasiswaan ini akhirnya lulus pada tahun 2006 di fakultas Ekonomi. Dan sekarang memilih menetap pada akun blog d4nosaurus@gmail.com.

UMI

Kaulah punggung gunung jiwa Tempat tumbuh rumput asa Bersemayam pula pepohonan cinta Meski daku menganak-sungai Lembahmu pun terjurai Ketika kerontang melanda ngarai Dibelai pula angin seindah jemari Lahirkan semangat hidup mandiri Hingga akar kuat berdiri Engkau terbitkan matahari di hati Bendung desau hujan yang merintangi Dalam akal pikiran beri pelangi Ibu, engakulah langit hidup Tanah segala mahluk Juga air peneduh Dekaplah sepi batangku Cium pula pucuk-pucuk dedaun Hingga damai resah-rindu Ibnu Nafisah Kendari, 05 November 2015 ------------------------

TULANG RUSUK

Ku pilih kau sebagai tulang rusuk Kala itu segenap hasrat merasuk Saat tersemat di rongga dada Baru tersadar bengkok terasa Darah berdesir meracau Sesak mendera kacau Seperti kaca lemah Dipaksa kan pecah Serupa jiwa goyah Sekali hentak patah Hingga larut doa kudus Menunggu hatimu lurus Ibnu Nafisah Kendari, 06 November 2015

PANTUN BUJANGAN

PATIDUSA CEMARA ***************** Sriti Terbang tinggi Senjakala balik lagi Berburu mangsa di kali Lelaki Hidup menyendiri Berkawan rindu sepi Menari bergoyang pun sendiri Bunga Mekar mewangi Disiram air sebelanga Segar subur seindah pelangi Wanita Senyum sembunyi Rindu tak mengapa Asal jangan tinggalkan sunyi Gunung Sungai mengalir Pepohon rimbun senandung Menyanyikan lagu alam semilir Bung Minum air Tak jua kembung Dunia pria layaknya penyair Ibnu Nafisah Kendari, 06 November 2015

PANTUN MUDA-MUDI

PATIDUSA CEMARA ***************** Kolaborasi : Chelsy Ohchecy dan Ibnu Nafisah Matahari Langit rembulan Nona manis menyendiri Siapa engkau termenung gerangan Kembang Semerbak harumnya Setaman mahkota jingga Abang rupawan kenapa bertanya? Buaya Kumbang laba-laba Jika sendiri berbahaya Olehnya itu Abang bertanya Manis-manis Gula jawa Abang jangan menggoda Eneng hanya duduk saja Cendawan Benalu lumut Wahai eneng perawan Hati-hati kesambet setan imut Batik Corak berakar Serabut tidaklah tunggal Muka imut rayuan pandai Madura-Kendari, 06 November 2015

ADA APA DENGANKU

Ada apa denganku Berlari tanpa pernah sampai Kejar tak jua gapai Sejatinya Engkau sedekat nadi leher Sealiran urat darah Sedetak jantung gelorah Ada apa denganku Menyembah ketika hati cedera Penuh luka dan duka Sementara bayang-Mu Peluk erat tubuh ini Merasuk hingga jiwa kini Ada apa ... Ada apa denganku Tak bisa membaca cinta Lalu terlupa dalam dunia hina Napas Kau tiupkan Raga sempurnakan Masih jua jadi manusia bodoh Ibnu Nafisah Kendari, 07 November 2015

SEBUAH KADO BUAT

SEBUAH KADO BUAT ..., ( Mba Nina faisal) Ada bunga yang baru mekar Wanginya beraroma segar Juga burung bersahutan Di tingkap ranting pepohonan Dialah kembang yang berwarna Juga suara mencicit pada daunnya Serupa kupu-kupu terbang Memetik angkasa melayang Senyum alam begitu menggoda Berbisik mesra dalam jiwa Oh, inikah hadiah itu ... Engkau janjikan pada hambamu Sebuah nikmat hidup Tak kunjung redup Kemegahan dunia Tepat di hari lahir anak manusia Ibnu Nafisah Kendari, 08 November 2015

CIUMAN MAHA KASIH

Di langit suara-Mu mesra Bisikan nyanyian asmara Belai sayang Kekasih Bagi jiwa kinasih Pada pucuk pohon yang harum Pula tiupkan buah ranum Hanya untuk perindu hati Persembahan sejati Senjakala merona Malam bertabur doa Jua kepada tercinta Tanpa batas semesta Inikah  rasa itu? Gejolak dalam dada Semakin indah di kalbu Bergelora bak ciuman pertama Ibnu Nafisah Kendari, 08 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Kinasih: Sangat dikasihi

HADIAH BUAT BUNDA

Hari ini tak pernah salah Kemarin dan besok sama saja Namun hari ini berkah Tepat satu waktu di senjakala Bertahun-tahun lalu Berpuluh-puluh  bulan dahulu Telah mekar setangkai bunga Dengan kelopak cantik menganga Wanginya masih tersimpan di dada Cintanya pun tersemat di jiwa Ia satu terbaik yang pernah ada Dan kini puspa itu kembali rekah Seperti awal kemunculannya Binar warna sungguh indah Bunda, selamat hari kelahiran Tepat di hari ini Kembang itu bermunculan Dan membagi aromanya lagi Engakulah rangkaian puspita Dalam khitbah seekor kumbang Kan kupersembahkan ikebana Sebagai kado cinta pada sang Inang Sebuah hadiah di hari ini Sebentuk rasa hati Seikat kata padamu "Bunda, I Luv U" Ibnu Nafisah Kendari, 08 November 2015

BERANGSANG

Amarah. Seperti api membakar. Akulah kayu. Berderak. Berasap. Mengeluarkan hawa panas yang akan memuak seisi udara. Cinta? Itu hal lain. Benar kata orang. Benci adalah kata di antaranya. Ada jiwa cemburu, memburu dalam dendam. Ketika ilalang kering membara. Musim kemaraulah penyebabnya. Dan kau menyulut lara belaka. Buat kita jadi debu dan abu semata. Ibnu Nafisah Kendari, 08 November 2015

BILAKAH TERULANG

Sobat Langit biru Masih sama berjabat Kau dan aku mengharu-biru Tangan Bahkan hati Seperti dua angan Kejar saling sapa, menanti Kawan Ingatlah hari Di mana awan- Juga pelangi pun menari Jemari Seperti mentari bergandeng saling dekap Bersuka penuh canda menyinari Bila ... Waktu mengulang Kita cipta masa Rasa rindu kan jelang Ibnu Nafisah Kendari, 08 November 2015

CELOTEHKU

PATIDUSA CEMARA **************** Ribang Pada bulan Setali tiga uang Rindu akan Patidusa, ajengan Candu Berbotol keajekan Seperti kangen randu Pun impikan air hujan Ganal Rasa padamu Seperti rendy kukenal Pukau mata pembaca tetamu Seumpama Mba khayla Tegas layaknya bara Bakar semangat pecinta kata Punakawan Mas usang Selalu hadir menawan Bentuk jiwa aksara juang Ibnu Bukan siapa-siapa Tanpa mereka, patidusa Aku mah apa, atu Ibnu Nafisah Kendari, 09 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Ribang : Rindu Ajek : Tetap teratur, tidak berubah Ajengan : Orang terkemuka Punakawan : Pelayan atau pengawal raja Ganal : Seperti

PERSAHABATAN II

Bulan memiliki bintang. Angkasa kalam tempat jiwa membentang. Seranum taman seribu keheningan. Menyatu alam. Kesyahduhan. Dan kamu? Masih ada aku. Meski kita tak seindah purnama dengan sinarnya. Namun hati kita seirama senja empunya rona. Seindah sore karam. Secantik malam redam. Tangan kita berjabat. Genggam jagad. Bibir berucap santun. Selayak gelap sapa terang runtun. Jasad tak pernah abadi. Seumpama dunia bernadi. Tapi persahabatan selalu sejati. Ganal mentari akan pagi. Sobat. Kaulah kerabat. Mendamaikan laku dan pikiran. Menentramkan raga dan pandangan. Lalu terkulai di bawah langit pekan. Hitung gemintang berserakan. Ibnu Nafisah Kendari, 09 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Ganal : Seperti Kalam : Perkataan, kata (terutama bagi Allah)

DEFILE

PATIDUSA CEMARA ***************** Langkah Berderap serempak Seragam lekat merekah Kaki laju laras rampak Bedil Dekap dada Tegap nan kamil Hentak udara gegap gempita Baret Melintang kiri Wajah segagah kadet Baris serupa awan pelangi Parade Pasukan epik Seindah pawai brigade Resimen bergerak nan apik Langit Gemuruh bahana Bumi beriak sengit Tanah diterjang angkatan bersenjata Ibnu Nafisah Kendari, 11 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Defile : Perarakan barisan, parade Kamil : Sempurna Kadet : Taruna Brigade : Satuan berseragam dengan tugas khusus Resimen : Pasukan tentara yang terdiri atas beberapa batalion yang dikepalai oleh perwira menengah. Bahana : Bunyi, suara, berkumandang, gema

SENANDUNG ANAK JALANAN

#Event_Kolaborasi_Tarpen2 Tema  : Anak Jalanan Judul  : Senandung Anak Jalanan Karya : Senja Barat dan Ibnu Nafisah Kami adalah gumpalan asap di atas jalanan Mengais rezeki dalam ruang dan gerak di keramaian Bergelut debu campur keringat Diterpa terik kepapaan Tak ada keluh pada kesah Walau hati meringis Kami pula nyanyian nelangsa Kumpulan tangis dari jerit nestapa Tawar gelisah sodorkan tangan menadah Suguhkan karya melalui kata dan nada Sungguh ini bukan kehendak jiwa muda kami Berjibaku dengan kerasnya hidup Demi sesuap nasi dan segunung harapan Bukan tentang indahnya sekolah pun taman bermain Lebih dari itu, kami kenyang akan pengalaman pahit Sakit, luka jua keadaan menghimpit Banten-Kendari, 10 November 2015

TERATAI

(Sebuah cinta yang kusematkan) Dari lumpur Mahkota mekar siap tempur Lahir dari rawa Korbankan darah dan jiwa Wahai padma Kembang suci bela bangsa Tancap kuat mengakar Merasuk sukma semangat membakar Wangi lotus merekah Bangkit gelora muda pantang menyerah Demi keharuman seroja Penjaga sejati abdi negara Ibnu Nafisah Kendari, 13 November 2015

ALMALIK

Tuhan Raga ini hanya setetes mani Awalnya Roh ini hanya sebayang noktah Jadinya Kau beri setitik tanah Akhirnya Tuhan Dunia pula terminal Tubuh bak debu Terbangan dalam roda fana Tuhan Aku tahu takdirku Hidup- Memuja-muji Engkau belaka Namun Kaki kadang terseok; Dosa Akal tak sampai; Jua Tuhan Ampuni jiwa kotor ini Kuatkan Iman yang mudah goyah kini Hapuskan Lumpur dalam rohani Biarkan Tangan basuh kasih-Mu Tuhan Bawa aku bersama-Mu Ibnu Nafisah Kendari, 19 November 2015

SIBAK

(Kata yang kau pilih) Kita seperti malam Selalu  ada bulan-bintang namun tak jua menyatu Beredar di tempat tak terduga lalu karam Pun siang Mencari teduh pada ruang lain Salah satu diantara kita jadi layang yang lain bayang Dan mereka takkan pernah sampai pada sama satu subuh yang senja Kan jadi langit menyendiri jauh sepi dan sendiri Ibnu Nafisah Kendari, 19 November 2015

KATA HATI MATI RASA

PATIDUSA CEMARA ***************** Kata Adalah kisah Terukir hilang cinta Atau karang  diterjang resah Hati ... Apatah ini Tiada gelombang lagi Ingin (melaut) kau pergi Mati Asmara henti Tulang berlayar putih Inilah  riak berai kasih Rasa ... Apatah kita Sesal pantai lahir Ah, kapalku hanyut berakhir Ibnu Nafisah Kendari, 18 November 2015

ASKAR TAK DIKENAL

PATIDUSA TANGGA ***************** Apa yang harus dibangga Setetes darah keringat Seonggok raga Semangat Seuntai teratai lumpur penat Tak dikenal gerombong Rasa hebat Sombong Bagai bintang langit gelap Indah tak dekap Penuh sinar Pendar Siapa mereka selalu benci Siapa kita menyanyangi Tak suci Sudi Biarlah kami begini adanya Menjaga tentram dunia Buat sentosa Bahagia Meski hujat rasa salah Didorong pada diri Terima risalah Sendiri Ibnu Nafisah Kendari, 19 November 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Askar : Pasukan Gerombong : Pasukan

KEMBANG YANG LAYU

Bunga yang sempat kupetik, kini terkulai layu di jambangan Wanginya telah lama hilang Udara buai jatuh persatu daunnya Kelopak merah perlahan hitam Ranting tak setegar kemarin Ingin kesegaran Tapi sayang buang segala kenang Ia adalah puspa awal dan akhir hidupku Tinggallah diri masa lalu Kala ingin pergi tapi tak jua pergi Aku tunggu seseorang lempar jauh dari mata Hingga pecah dinding Tapi satu pintaku Jangan sampai jiwa ini melihat Jika itu terjadi Aku tak tahu apakah harus senang atau sedih karenanya Ibnu Nafisah Kendari, 17 November 2015

MUNAJAT GELAP

Di remang Pada dinding beku Hamparan tidur berbunga mimpi Kau kecup kening Ceritakan kisah serupa doa Hingga malam berlayar Dari luar sadar Dikau katakan, "tidurlah sayangku" Kita berpeluk Lama- Selimut kasih masih berpagut Lalu gelap enggan pergi Dan tak rela dijemput pagi Namun Engkau telah jauh Mengendap dalam tabir dada Ibnu Nafisah Kendari, 17 November 2015

MAHERAT

(Jika raga dan roh sudah tak sudi) Akhirnya aku tak ingin ucap selamat tinggal. Hanya lalu tanpa kata di saat dirimu tertidur. Seperti daun kering di ranting kemudian tanggal. Seumpama burung kecil di sarang pergi dan kabur. Jadi angin diam-diam telusuk-raung sesela ruang. Ia hendak pergi tanpa kata di ujung lorong. Langkah semati mungkin berjuang. Beringsut dari senyap ke sepi yang melolong. Bila mungkin cekik suara sendiri. Hingga bisu geletak bungkam. Agar dia tak tahu ke mana arah udara gegas lari. Lahan sangat perlahan waktu hilang dan karam. Ibnu Nafisah Kendari, 18 November 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Maherat : Pergi (melarikan diri), hilang

BAHAGIA itu SEDERHANA

Bahagia yang kuinginkan cukup sederhana Serupa sajak hujan pada tanah merubah tandus jadi tunas Bahagia yang kuinginkan sangat sederhana Layaknya syair embun pada bunga dijilat mentari pagi jadi mekar Bahagia yang kupinta seharusnya sederhana Seumpama nyanyian sang kekasih rindukan tunas cinta di bibir merah yang mekar Ibnu Nafisah Kendari, 17 November 2015

HADIAH BUAT BUNDA

Hari ini tak pernah salah Kemarin dan besok sama saja Namun hari ini berkah Tepat satu waktu di senja kala Bertahun-tahun lalu Berpuluh-puluh  bulan dahulu Telah mekar setangkai bunga Dengan kelopak cantik menganga Wanginya masih tersimpan di dada Cintanya pun tersemat di jiwa Ia satu terbaik yang pernah ada Dan kini puspa itu kembali rekah Seperti awal kemunculannya Binar warna sungguh indah Bunda, selamat hari kelahiran Tepat di hari ini Kembang itu bermunculan Dan membagi aromanya lagi Engakulah rangkaian puspita Dalam khitbah seekor kumbang Kan kupersembahkan ikebana Sebagai kado cinta pada sang Inang Sebuah hadiah di hari ini Sebentuk rasa hati Seikat kata padamu "Bunda, I Luv U" Ibnu Nafisah Kendari, 08 November 2015