Posts

Showing posts from January, 2017

KERANDA

KERANDA Kali ini biarkan jasadku memelukmu Berbaring dalam rangkul tubuh Menjadi isi jeluk kayu merapuh Bila lalat hijau berkabung Kita dipenuhi rumah belatung Penghuni liar remah menggantung Hingga jangatmu hangatku jadi satu Jeritku deritmu pun menyatu Dalam liang ruang membatu Ketelanjangan ini semakin memutih tinggal rangka Di ranjang tandu kita berpeluk tanpa sangka Memburu napasku parasmu dalam selimut keranda Mati di dadaku Lunglai di rahimmu Dan nikmat jemu bertemu IBNU NAFISAH Kendari, 31 Januari 2017

KUJARAT

KUJARAT Urna Cerah merona Pancar jelita pesona Terbius daku di singgasana Semisal puspa indah tersenyum Dirayu mentari terkulum Terbuai bayu Merayu Wangi Seketika terbagi Masih bekas mengudara Buat darahku berburu berlomba Akulah kekupu liar menyembah Mencumbui sembir kelopak Megar merekah Semerbak Amsal Embun sesal Melepas kecupan dara Kala rawi melipir menggoda Ah, bagai rama-rama tersesat Terjerat ranting sesaat Memuja, sekelebat Mangkat IBNU NAFISAH Kendari, 30 Januari 2017

MAMA

PUISI PATIDUSA BIAS *********************** MAMA Mamaku Seonggok tanah Darinya batang bertumbuh Berdaun berbiji lalu berbunga Sebagian hidupnya hitam berbatu Kerikil tajam memenuhi Patera merandu Menggelayuti Wajahnya Berukir makna Tempahan musim cuaca Guratan kemarau hujan mendera Ketika banjir datang meradang Luka resah menghadang Mengikis tangis Meringis Panas Rekah memecah Kering ronta mengganas Melukai kadang rontok mendesah Dipeluknya pohon rindu cintanya Menidurkan seraya merayu Membelai menyusu Mendekapnya Inangku Selahan butala Rahimnya terlahir aku Sepohon ranting asa buana IBNU NAFISAH Kendari, 29 Januari 2017

HUJAN AWAL TAHUN

HUJAN AWAL TAHUN Akar-akar mulai menelusuk lebih dalam Tunas bakal menusuk ke langit kelam Jasadku tertimbun hingga karam Dirundung embun nyesap ketika malam Hanya air mata menetes mengancam Mengalir terbata rembes merajam Bangkai berulat kian lebam Bagai penari bergulat dengan alam Perlahan dan pasti segenap tubuh tertanam Di lahan gelap yang kau sebut makam Aku menjadi pohon misteri dan seram Dedaun memohon histeri mencekam Ketika hujan datang menyiram Aku telah jadi lautan garam Tertipu waktu termakan hari lalu tenggelam Tersipu aku didekapan buih beradu mata dan karam IBNU NAFISAH Kendari, 28 Januari 2017

SAYAP-SAYAP PATAH

SAYAP-SAYAP PATAH Laron Tersesat tercekat Mata malam menyatron Terjebak cahaya rebak terpikat Udara dingin sehabis penghujan Merajut ingin seketika Gejolak rentan Melanda Sesayap Jatuh tertipu Satu-satu endap lenyap Patah jatuh berbelah rapuh Siapa? serangga yang terluka Tertawan binar semu Panas menganga Bertemu Terbakar Pedih mengakar Terbawa suar kesiur Hilang di simpang siur Setibanya di lantai takdir Seekor katak langsar Bagai pandir Sasar IBNU NAFISAH Kendari, 28 Januari 2017

TERJAGA

Karena malam terasa menusuk Dibiarkan angin nakal masuk Menggoda ia bertelanjang Memulai gelap di atas ranjang Tergoda pula racun di bibir Hari kian mencibir Akan hawa merebak sukma Bagai ular bergelinjang memamah Perang pun dimulai Dalam kabut kelam Fajar akhirnya terkulai Dalam jaga ia terdiam? IBNU NAFISAH Kendari, 12 Januari 2017

HAIKU-TERAS

Haiku-Teras Katak termenung Malam panas sendiri Aku melompat IBNU NAFISAH Kendari, 09 Januari 2017

TIADA GUNA

TIADA GUNA Apa guna menjadi kayu Patah berbelah tiada arti Hanya mengering dan layu Apa guna menjadi api Tahu dosa tahu pantangan Masih jua mati ditiup sepi Apa guna menjadi garang Hidup kelam hitam membara Membakar diri jadi arang IBNU NAFISAH Kendari, 15 Januari 2017

BENDERA PUTIH

BENDERA PUTIH (Berita dari langit) Udara malam berkibar ganas Meniup tubuh beku Berkabar cemas Terpaku Bambu Berdiri miring Bercadar carik merandu Dibuai larik-larik tandu kering Kau katakan, 'jangan pergi' Namun suaramu hilang Ditelan perigi Ilalang Surai Kusut masai Bercampur deru usai Kau dibuai hati sangsai Ketika kereta membawa duka Bendera putih menentang Angin meluka Menantang Berkali-kali Bumi terguncang Berlari-lari jiwa akali Pungkiri langit kelam terpancang Aku dengar sayatan lidahmu Jeritannya menusuk jemu Kesedihan ramu Semu Memutih Terbalut meletih Berkalut pedih tertatih Dalam liang tanah merintih IBNU NAFISAH Kendari, 25 Januari 2017

SANG GAGAK

Reranting pohon kamboja membanyangi rembulan Bagai hantu mengukir tanah pekuburan Bau dupa dan setaman menyibak Kelopak bunga warna-warni merebak Di ujung petilasan seekor burung gagak berkoar Mencari cintanya yang kini hilang tanpa kabar Ditimbun abu dirimbun debu masa lalu Tersembunyi waktu tanpa bunyi merayu Di bawah langit meringis di atas pohon menangis Kepaknya jenuhi udara jeritnya penuhi alam magis Mencari sebuah nama yang lama tertanam Ditutupi dedaunan silam raungan kelam Diantara pohon raksasa, setanggi, dan batu bertuah Memekik mencekik malam bak setan ia berkoar, "puah!" IBNU NAFISAH Kendari, 19 Januari 2017

TANAH MERAH

TANAH MERAH Inilah kisahku yang telah mati Menjadi pusara tak bernama di hati Suara sengau masih terus bergaung Di malam sepi saat bulan berkabung Di bawah pohon tua keriput Di atas tanah merah batu beringsut Aku memujamu sesegar kelopak melati Memujimu sehebat dukaku merintih Namun hanya bisu berbalut lesu Kau pandang aku dalam beku Desahan ranting kering meringis Menangkis ditampar hujan menangis Bagai karang tajam kita meluka Tak terkira dalamnya darah terduga Akulah suara hening di pekuburan Dan kau sepi yang datang jadi hiburan Merangkai derita jadi tangkai cerita Menyibak kisah menebak resah Apakah nantinya kita berpeluk di kubur Setubuhi gelisah kian hari semakin cebur Terperangkap kenangan dan genangan masa lalu Tertangkap keremangan dan kemalangan rasa rindu Dan kita seperti kemenyan yang berbau gaib Berkabut bergelut aroma sakit menjadi aib Apa mesti kutanam saja gejolak ini Bagai mustika karam jadi onak begini Atau kita ziarahi semua yang telah per

ARWAH

ARWAH Segala doa terucap bibir Dengan takut terbata Segala mencibir Terkata Malam Lahirkan gelap Bangkitkan aroma kelam Mendekap erat sukma berderap Entah aku atau engkau Diri beku meraung Suara risau Mengaung Ah, Kitalah arwah Jadi hutan merambah Menjadi bayang pohon gelisah Menapaskan tanah di pemakaman Menyuarakan ke kematian Menggoyang banyangan Gentayangan IBNU NAFISAH Kendari 23 Januari 2017

ROMAN

ROMAN Kita bagaikan Romeo Juliet Bercinta dalam keabadian Berpagut mesra Kematian Saat bibir kita memburu Waktu terhenti ketika Nafsu membiru Seketika Aku hanyalah peti mati Ingin tidurkan ragamu Yang letih Dalamku Menjagamu dalam nisan hening Tanpa lisan, geming Taman debu Hatiku Menjadi batu tugu rindumu Kamboja yang segar Setanggi merayu Menyebar Kita berpeluk hingga lelap Kurengkuh tubuh sepi Kan kudekap Abadi IBNU NAFISAH Kendari, 24 Januari 2017

SUATU KETIKA

SUATU KETIKA Suatu ketika datang padamu Dengan diam-diam bertamu Mengambil sesuatu Berlalu Suatu ketika pergi darimu Pelan-pelan engkau dirayu Memberi cemas Berkemas Suatu ketika tiba waktunya Datang tanpa kata Tanpa bahasa Tiada Suatu ketika hanya cerita Tentang sebuah tulisan Sejarah kita Terlisan IBNU NAFISAH Kendari, 23 Januari 2017

BATU dan TANAH

BATU dan TANAH Entah air mata apa Ketika kita berpagut Derasnya menyapa Renggut Dalam letih dan  pedih Jemari merangkul aku Dibekap sedih Termangu Di antara liang ini Sesak saling tindih Cambuki hari Didih Kita hanyalah batu tanah Saling dekap himpit Tersekap merana Terjepit Di bawah undakan tugu Aroma dupa sebar Kau aku Berdebar IBNU NAFISAH Kendari, 23 Januari 2017

SANG GAGAK

Reranting pohon kamboja membanyangi rembulan Bagai hantu mengukir tanah pekuburan Bau dupa dan setaman menyibak Kelopak bunga warna-warni merebak Di ujung petilasan seekor burung gagak berkoar Mencari cintanya yang kini hilang tanpa kabar Ditimbun abu dirimbun debu masa lalu Tersembunyi waktu tanpa bunyi merayu Di bawah langit meringis di atas pohon menangis Kepaknya jenuhi udara jeritnya penuhi alam magis Mencari sebuah nama yang lama tertanam Ditutupi dedaunan silam raungan kelam Diantara pohon raksasa, setanggi, dan batu bertuah Memekik mencekik malam bak setan ia berkoar, "puah!" IBNU NAFISAH Kendari, 19 Januari 2017

DEKAPAN TANAH

Semalam aku bermimpi Mati lalu terkubur sepi Dalam kesendirian kau memeluk Kau katakan rindu dan menjenguk Kau mendekap erat tak ingin pisah Memohon tuk tetap di situ melepas resah Meninggalkan segala untuk ku saja Dalam lingkar tangan kita saling memuja Kucium hangat belah dadamu Semakin dalam terbuai tanpa jemu Dalam diam kau menimbun tubuhku "Peluk aku" katamu Namun pagi tak lagi datang Kita tak lagi bermimpi sayang Sambil berpaut mereka pergi Tinggal aku, kau dan mati IBNU NAFISAH Kendari, 19 Januari 2017

HUJAN DI MAKAM

Tak pernah ku sangka kaulah air yang jatuh Bagai hujan dan tanah jadi lumpur setubuh Aku gembur sesaat pelayat berlalu Tinggalkan hening geming di pusara batu Kita bercipratan di antara duka dan luka Mengerang menjerit sesuka lalu  terlupa Saling pagut memeluk makam yang sepi Bagai kamboja putih terinjak nafsu berapi Bukan nama kita tertera di sana Dalam ketelanjangan nisan itu merana Meratapi air dan tanah saling mengadu Di ranjang makam kau dan aku bersatu IBNU NAFISAH Kendari, 19 Januari 2017

SAJAK KEMATIAN

SAJAK KEMATIAN Sebelum darah mengering bercucur Badan melepas leher hina melacur Untuk terakhir kalinya biarkan Udara mengalir di tenggorokan Ilalang menari angin di puncak melipir Daun beterbangan dihembus semilir Hingga raga tertidur bagai mimpi Terbangun tanpa rasa tak nyata lagi IBNU NAFISAH Kendari, 18 Januari 2017

MALAM PENGHABISAN

Ketika kau adalah napas terakhir Saat itu sekarat mulai hadir Perlahan-lahan cumbui bibir gemetar Kau katakan cinta hingga dada bergetar Kaki-kaki bagai salju jatuh dari gunung Laki-laki itu adalah aku yang merenung Penantian pun sampai di ujung jalan Tanpa berbalik kau ucapkan selamat jalan Layaknya bunga terlepas dari tangkai Kau pergi tinggalkan jasad membangkai IBNU NAFISAH Kendari, 18 Januari 2017

AZAB

Kekasihku memanggil Suaranya buatku menggigil Di atas menara di dalam kuba Meratap dan berdoa Dari jauh nampak awan merah bata Burung-burung tampak melata Melilit pohon kini bersiluet Kaki menapak aspal berduet Kekasihku udara lembayung Bergelayut awan larung mendayung Di bawah kolong langit Dosa kupanggul bibir tergigit Tak sudi ia membelai luka Membidai raga berduka Karena khianat ia melaknat Sujudpun ampun minta selamat IBNU NAFISAH Kendari, 12 Januari 2017

JAMBAR

JAMBAR Ketika menginjak kan kaki ke dalamnya Kurasa lantai ini mengenal telapak di sana Daun pintu kamar yang ingin didorong Atau bahkan tembok beku angkuh dan sombong Tapi sayang kenangan itu telah jadi debu dan abu Beberapa ekor lelaba menjaring ingatan merapuh Bahkan lumut masa silam terasa kelam berkapur Mewarnai diri sesak resah bagai pelipur Kisah kita memang telah lama usai Bagai daun kering terbang sangsai Menepi di jeruji jendela Tanpa bayang tirai meraba Di antara atap dan lantai Tersimpan genangan merangkai Bagai udara malam Terasa panas mengancam Mungkin juga seduhan kopi ini Terasa sepat di lidah lelaki Tanpa pemanis begini Hanya cebar di hati IBNU NAFISAH Kendari, 06 Januari 2017

DI HARI KEMATIAN

DI HARI KEMATIANKU Hanya pusara batu sebagai penanda petilasan Tak ingin pula tangismu jadi alasan Kau sirami bunga dan doa pada tanah tak bernama Lalu pergi tinggalkan sepi kian merana Jangan! Aku butuh ragaku kau mandikan Salatkan! Lalu kau kuburkan dan tinggalkan Tak perlu air mata membasahi Sesal dan sesak memenuhi Dalam hati Di ini hari Aku hanya butuh ucapan "Selamat jalan" Di bibir yang mengembang Senyuman merembang Tak perlu doa di tiga tujuh hari berikut Bahkan empat puluh seratus hari kan beringsut Karena waktu duniaku telah berakhir Dan alam gaib akan lahir Jika waktu itu telah tiba Kenang. Kenanglah aku sebagai bunga Yang kau tanam di tanah tak bertuan Kan tuju ke tempat yang ber-Tuhan Pejamkan ini baik-baik Meski aku tak terlalu baik Bagi dunia yang kutanggalkan Bagi mereka yang kutinggalkan Segala doa terpanjatkan Semua dosa terhujatkan Adalah teman menyertai Musuh yang mengintai Di hari itu Tersenyumlah Di hari itu Berbahagia

JIKA

Jika kau ingin menjadi malamku Jadilah bintang berkelip Bulan temaram tanpa ragu Jika kau ingin jadi malamku Selimutilah ragaku yang gelap Meski ia begitu hitam memaku Jika kau ingin menjadi bagian dariku Merayaplah tanpa bunyi Karena aku hanya sepi yang teramat sunyi IBNU NAFISAH Kendari, 09 Januari 2017

LAPTOP

Aku butuh kamu hari ini Dalam laptop nirkabel Mengetik tuts mencari Namun kau tak berlabel Ribuan slideshow terbuka Hanya menguak hampa Beberapa virus menghadang Diri menguap meradang Ke folder mana dirimu kini Apakah telah berganti Drive sudah berpindah Ke flash atau ke entah Ah, kurasa seseorang telah menghack Lalu kau berubah akun atau No. Reg Mengganti nama inisial foto dan password Hingga jejakmu pun tak terjejak di keyboard Sungguh aku butuh kamu Tuk mengeja alamat websitemu Mungkin sekadar chat dan mengirim email Atau kuketik saja "love"  di google IBNU NAFISAH Kendari, 12 Januari 2017

AKHIRNYA

Akhir beginilah jadinya Kepergian suatu waktu Ditimbun dosa siksa Tiada kata tolong Bunga hanya pemanis Kebisuan jerit melolong Wajah pucat hilang darah Ulat-ulat merayap menemani Tinggal tulang sisa tanah Akhirnya kita sampai di sini Digerbang nyata dan misteri Membawa derita jasad mati IBNU NAFISAH Kendari, 16 Januari 2017

SURAT YANG KAU TULIS

SURAT YANG KAU TULIS Telah kubaca berulang-ulang SuratMu tempo hari Betapa cinta dan sayang Kepada aku yang hina ini Ribuan juga jutaan Milyaran bahkan tak berhingga Risalah telah kabarkan Segala peringatan dan doa Namun kaki ini selalu saja berjalan di gelapnya malam Tangan meraih ditempat yang mengancam Bibir dan lidah bersilat dikusir tak berkuda Hati dan akal merajam dendam di dada Berkali-kali kuberbuat Berkali-kali kumerajuk Berkali-kali kubertobat Berkali-kali Kau membujuk Meski kumenangis bagai sang buaya Pun percaya Atau tertawa bagai heyna Pun terima Aku baca semua suratMu Di malam gelap tika ingin bertemu Di pagi buta saat angin bertamu Saat sadar jiwa mengadu Kau begitu cinta dan sayang Dan aku begitu buta dan jalang Tak pernah sepenuh hati padaMu Bahkan bukan kekasih setia untukMu Kini kali ini Kumulai membaca lagi Segala ucap yang Kau tulisi Dalam sepi dalam diri Hingga sendiri sangsi Tika besok bersaksi Apakah aku masih kekasih Yang ka

MATI BERIBU TAHUN

Biarkan aku mati beribu-ribu tahun Terbaring di tanah tanpa nama Jadi bangkai memutih tulang Usah kau ziarahi dengan kembang Doa dari bacaan yang kau yakini Atau sekadar menangis tersedu Bukankah setiap nama akan terlupa Setiap lahir pasti akan berakhir Setiap suka pasti akan berduka Maka biarkan aku pergi Kembali ke tempat dulu kutinggalkan Dengan senyum hati ikhlas IBNU NAFISAH Kendari, 16 Januari 2017

SANG PEZIARAH KECILKU

Sang PEZIARAH kecilku Aku bayangkan engkau liang tanah Dan aku hanyalah jasad kaku merana Kau diam dalam gelap Lalu tulang-belulang merayap Pusara kemarin sore yang engkau jejak Kini penuh bunga dan rumput merebak Ada nama kita di sana Jua kenangan lama Mungkin air mata dan darah Suka dan duka Telah lama mati Bersama jalannya hari Namun tanpa kita sadari bersama Kita telah melahirkan seorang peziarah Bermandi dupa dan lupa Sejumput doa dan kecewa Aku akan terus menjadi hujan Embun yang jatuh rentan Air basahi liang mata Hati mengeluh iba Menjadi penjara tak berdinding Mengekang jiwa merinding Gelap sepi tak berdamai Mengendap luka sembuh tak tergapai Akulah satu-satunya anak sungai tak mengering Ketika ia berjalan tertatih di depan mata terjaring Atau telinga yang mendengar tapi tak mengenal Hanya tahu rindu berkerudung asing kian mengental Aku akan selalu menjadi laut yang dalam Menghitam di palung karam dan curam Karena aku hanya kapal naas belaka Tert

TAMAN PEKUBURAN

Bulan di antara awan gelap Bersinar rawan bak hantu merayap Batu penanda kematian berpendar pucat Ditipu angin beku beredar berpusat Lima kelopak kamboja putih jatuh Menggema di atas tanah letih merapuh Entah roh atau jasad kini menangis Dalam liang gelap sepi mengais IBNU NAFISAH Kendari, 16 Januari 2017

SEBATANG PENSIL

Kau seraut pensil yang berjalan di atas kertas Menggoresku dengan nama tak mudah diretas Merangkai huruf angka menjadi teka-teki Menggambar cerita abstrak penuh misteri Inikah awal paragraf kehidupan yang harus dieja Diberi makna karakter serta istilah sederhana Tentang semburat kabut di padang-ladang ilalang Atau mega merah jambu di ujung barat menyalang Bayangmu berbaris dalam larik secarik kalimat Berparade manis di halaman buku sukar kutamat Namun terus terbaca terlisankan dengan hikmat Karena kuyakin risalahmu sebagai penyelamat IBNU NAFISAH Kendari, 11 Januari 2017

PUNCAK MISTERI (MASKUMAMBANG)

Jauh di puncak bukit terjal Melalui lipatan tangga Terpampang muka duka Gunung dan angin tak terduga Rumah-rumah pepohonan mengecil Dan kau tidur di tempat terpencil Di bawah Kamboja tua keriput bergetar Tiga batu mati seperti hidup gemetar Dosa apa yang kau tanam Hingga namamu merajam Dirundung sepi dituding sunyi Oh bukit ini menelan misteri Kaupun jadi siang-malam beraroma gaib Hingga nusia klenik sembunyi aib IBNU NAFISAH Kendari, 17 Januari 2017

BATU TAK BERTUAN

Aku hanyalah batu tak bertuan Menancap ganas tepat di atas mu yang gembur Namun cintaku sedalam liang ini Bahkan tertulis namamu yang telah mati Kau bermandi kembang tujuh rupa Sementara aku diliputi kabut dupa Bukan. Mereka hanya dapat berduka Menjerit menangis atau terluka Tapi kitalah aktor utama tragedi ini Akulah yang mengangkangimu hingga kini Menggerayangi krikil nakal yang bertabur di sana Hingga kau merintih binal dalam malam ketiga Setelah rembulan pulang di subuh Kita terkapar disengat kabut dan rubuh IBNU NAFISAH Kendari, 16 Januari 2017

KENYANG

Sebelumnya kita hanyalah nafsu Kau rasa lapar dan aku haus belaka Ketika semangkuk cinta tersuguh Kau lahap aku dalam bibir merah Pun remahnya tertinggal di lidah Kulumat habis hingga tandas Di sela-sela rasa nikmat Kita pun mati dalam kekenyangan IBNU NAFISAH Kendari, 09 Januari 2017

MALAM PANAS

MALAMKU YANG PANAS Kau datang dengan binal Amsal udara gerah yang nakal Perlahan meniupkan panas yang banal Mencumbui hingga hilang akal Sudah kukatakan buka saja pintu dan jendela Nyalakan pula AC dan kipas di sana Namun kini kau telanjang Dan kita di atas ranjang Kau malamku yang panas Sebutir keringat mengganas Kau menikmati seumpama pemanas Dan aku hanya beras sebentar jadi nasi keras Segala gaya dan upaya Telah kita lakukan bersama Hingga aku pun tak kuasa Lalu lari bertelanjang dada Di teras masih kutemui pula dirimu Dengan bintang di langit gelap Kau memeluk erat tubuhku Masih pula mengipas engkau meratap IBNU NAFISAH Kendari, 06 Januari 2017

HUJAN DOSA

Hujan yang datang bergemuruh Bagai dosa tertandang mengguruh Membasahi amal seluruh Tiada rumput menolak untuk kering Bahkan hijaunya pun terbaring Akar menyerap segala dera tanpa menyaring Bahkan tanah sebisanya menjadi lumpur Berkeruh air debu dan abu bercampur Menimbun arus jadi ombak tuk menggempur Lalu kita terbawah banjir sepanjang sungai Diombang-ambingkan derunya kian terkulai Bersamanya neraka dunia dimulai IBNU NAFISAH Kendari, 15 Januari 2017

NUSA INDAH

Mekar sepanjang hari bak Nusa indah di taman Daunnya hijau ditiup angin sunyi pemakaman Reranting tajam kering menunjuk langit Berdoa ditunasi bakal agar hidup tak pahit Namun jua tak sudi jatuh ke tanah jadi bangkai Ditimbun sepi hampa berulang merangkai Oh inikah nasib bungaku yang layu di awal pagi Merindukan hangat mentari pula tak kuat menyendiri IBNU NAFISAH Kendari, 15 Januari 2017

TAMAN PEMAKAMAN

Tamanku hanya rumput saja Ilalang berdiri kaku meraja Senyap merayap di keheningan Meneriakkan jangkrik kemalangan Bekas hujan berbau ketimpangan Meneteskan bias jerit kegelapan Menjadi pusara diantara pemakaman Menerka kematian di halaman Malam berlalu bagai hantu pada titik air Sekali lagi basahi hidup layaknya penyair IBNU NAFISAH Kendari, 15 Januari 2017