NEGERI TEMPATKU BERNAPAS

Dari tanah gemburnya tumbuhlah aku
Ibu bumi dengan sabar dan tekun menetaskan setitik benih
Mentari sepanjang hari bersinar memberin makan jadikannya pepohonan

Kini pucuk muda itu merangkai dahan menjangkau langit
Bertahan dalam hujan dan badai hingga kuat akarnya
Ia tak ingin rebah begitu saja kehilangan buah dan daun dalam taufan

Negeri tempatnya hidup begitu rentan akan cacing hewan liar lainnya
Menggoroti setiap jengkal akal dan pikiran
Hingga suatu saat daunnya habis disikat ribuan ulat tak berbulu

Tikus-tikus berperut buncit dan berdasi siap menyikat habis lahan halaman
Anjing-anjing hitam merongrong tiada henti segala damai
Berkoar-koar burung pemakan bangkai di udara sekadar meneror ketenangan

Negeriku di mana aku hidup hanyalah tanah lapang yang luas
Rumah segala benalu ilalang dan rumput teki yang saling menginjak
Tempat segala jeritan dan erangan tak ada habis-habisnya

Hingga waktu menguningkan dedaun
Mengeringkan ranting
Membusukkan akar dan buah

Saat itu tiba tiada lagi hutan-hutan
Tandus merajalela di mana-mana
Inipun tertulis dengan darah berceceran

Ibnu Nafisah
Kendari, 21 Juli 2016

Comments

Popular posts from this blog

Di Meja Makan

PANTUN BUJANGAN

TERSELAP