Posts

Showing posts from January, 2016

PANTUN CINTA

PUISI PATIDUSA TANGGA ««««««««««««««»»»»»»»»»»»» PANTUN CINTA Tanam bunga mawar melati Disiramnya tiap hari Kembang mekar Segar Duhai sayang pujaaan hati Engkaulah sang mentari Buatku tegar Sabar Wangi kelopak mahkota putik Merasa enggan kupetik Hiasi taman Halaman Engkau pula bidadari tercantik Jemari tanganmu lentik Tebar senyuman Menawan Ibnu Nafisah Kendari, 30 Januari 2016

AWAN

AWAN Jika saja aku langit Kan tercipta bait Puisi awan Menawan Mega Bertahta megah Kutulis indah aksara Isi tiap halaman asmara Lengkung kosong di cakrawala Hiasi sosokmu belaka Riasan jelita Angkasa Ibnu Nafisah Kendari, 30 Januari 2016 ----------------------------

LAUT

LAUT Kuingin jadi gelombang, terombang ambing dalam pelukan Riak mencumbui buih dalam dekapan Angin membelai mesra, sepasang mempelai saling memadu Ketika sang nelayan tebar jaring jadi kelambu Kuingin kau jadi samudera luas tak puas dan buas aku selam Menebas badai menerabas bagai bahtera yang tak karam Ibnu Nafisah Kendari, 31 Januari 2016

SITA

PUISI PATIDUSA ORIGINAL *********************************** SITA (Trilogi Ramayana) Bersedih di Taman Asoka Tebar keagungan cinta "Sayangku Ramacandra," Jeritnya Dewi Sang bunga Mekar sekaligus berduri Kepada siapakah akhirnya mengada Raja Ayodhya sang peragu Penguasa Alengka angkara Rakshasa perindu Anggara Tidak! Pada semua Sukmaku pun melesak Desak berderak dan berserak Aku bukanlah piala rebutan Sebutan debat taruhan Rasa kegagahan Kelakian Hawa Akulah wanita Menunggu kehadiran pria Menjemput reratu kekasih hatinya Jika bahkan kobaran api Raga kan berapi Bumi terbelah Menganga Pupus Aku mampus Tak jua terhapus Engkau di kalbu terhalus Karna raga titisan Laksmi Dirimu pula Wisnu Gelora bersemi Merindu Setia Menanti semati Dengan atau tanpa Cinta suci nan sejati Ibnu Nafisah Kendari, 22 Desember 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Sita : Shinta Anggara : buas, liar

MATAHARI

MATAHARI Meski kutahu panasnya cinta bergelora Hangat menyengat luruhkan ngengat membara Silau galau pun ikut menyikut Kadang didihkan sedih pedih yang mengembara Hingga lumer meluber dari aras jiwa lara Jadi uap tak terucap rasa tiada terkata Daku tak akan ragu lelah merayu Menanti ciuman saat siuman dari malam panjang Mengharap tatap rimbun mengembun datang melayang Menyinari pepohonan yang mohon kau tumbuhi Sampai hilang tak terbilang tabah merambah sembahku Ingin kau jadi sinar berbinar meski samar rindu Kan kumenangkan kenangan tentang dirimu Mendapatkan lagi pagi cerah merah tercurah Hanya buatku kekasih kinasih yang kau kasihi Tanpa takut akut dibuai belai rasa mendera Ibnu Nafisah Kendari, 30 Januari 2016

APEL

PUISI PATIDUSA TANGGA ««««««««««««««»»»»»»»»»»»» APEL Relakan kau cacah tubuhku Tak mencegah itu Jadi kaku Dadu Dibelai manja gigi gerigi Rasakan hangat lidah Susuri geronggang Lengang Ketika renyah remah teresapi Aku sungguh menikmati Sukmaku penuhi Suguhi Tanpa pernah kau sadari Akulah sumber vitamin Dahaga terobati Amin Ibnu Nafisah Kendari, 30 Januari 2016

GUNUNG

GUNUNG Adalah kau menjulang mengulang dalam ingatan Tak henti-hentinya menggoda bagai roda menggelinding di pikiran Kudaki meski kaki berkali jatuh patuh dan patah Hingga hilang silang arah di rimba rambah Akulah pohon yang memohon tetap tinggal ketika tanggal dari punggungmu Karena kutahu kau akan longsor dan lengser tanpaku Ibnu Nafisah Kendari, 30 Januari 2016

HARUS TERPISAH

PUISI PATIDUSA BIAS «««««««««««»»»»»»»»»»» HARUS TERPISAH Diam Diam membisu Bisu dan geram Geram pada cinta biru Coba 'tuk meraih mimpi Kau hentikan mimpi Aku pergi Kembali Merenung Selalu tercenung Segala aral  menggunung Membumbung dan tak terbendung Kumenangis kau pun tertawa Berduka engkau bahagia Aku lari Jauh Akhirnya Harus pisah Darah tak searah Haluan tak lagi seirama Jalan takdir sungguh singgung Saling silang tanggung Harus terpisah Kisah Ibnu Nafisah Kendari, 29 Januari 2016

MIMPI

MIMPI Ketika rindu menggebu, menggebuk lirih Aku hanya ingin tidur mendengkur sepanjang hari Pun sepi bersemi menutup mata, terkatup puas Hingga terselam di alam cintamu yang maha luas Karena akulah ngantuk, mengetuk engkau dalam mimpi Menggapai angan tak bertangan meraih asa tanpa rasa demi hasrat yang kuimpi Ibnu Nafisah Kendari, 29 Januari 2016

KAKI

KAKI Malam seakan makam berjalan tanpa berpijak Siang saling silang seok tertatih tak lagi menjejak Begitulah nasib meracik picik hidupku, sayang ... Berlari tiada bayang dan melayang Tanpamu aku lumpuh rapuh jadi lepuh Buntung hidup tak beruntung jadi keluh Ibnu Nafisah Kendari, 28 Januari 2016

MUNGKINKAH TERJADI

PUISI PATIDUSA TANGGA ««««««««««««««»»»»»»»»»»»» MUNGKINKAH TERJADI Kita hanyalah bulan bintang Saling diam pandang Mereka-reka hari; Berganti Engkau nun jauh terjangkau Kupun kian merantau Tak pantau Meracau Kau ada yang memiliki Begitu pula aku Sama kini; Laku Hanya renjana jadi rencana Menunggu waktu bicara Mungkinkah terjadi; Nyata Ibnu Nafisah Kendari, 28 Januari 2016

AKU PASTI KEMBALI

PUISI PATIDUSA TANGGA ««««««««««««««»»»»»»»»»»»» AKU PASTI KEMBALI Air mata kata membisu Menatap diam lesu Memohon tinggal; Untukmu Kau peluk seluk tubuh Cium mesra merayu Coba runtuhkan; Menahan Kau katakan jangan pergi Mohon tetap bertahan 'Tuk temani; Sepi Namun ku hanya berkata Aku pasti kembali Mendapat cinta Lagi Tapi kau jangan nakal Aku pasti kembali Bakal tagih; Janji Ibnu Nafisah Kendari, 28 Januari 2016

DEBU

DEBU Ketika angin bertiup meliuk dari entah ke mana Hidup ini sebatas debu menderu berseru-seru kelana Terbawa terbata ke tempat nyata Di dunia fana buat kita raba merana rasa Tak sempat lari kan tersendat Terjepit sejengkal kan terjungkal Namun kita pula abu yang tak kalah diadu Tak mudah menyerah sebelum dadu diundu Bila mungkin menusuk mata takdir hadirmu jadi nadir Sekali usap dunia kan pedih perih menjerih Ibnu Nafisah Kendari, 28 Januari 2016

KARANG

KARANG Samudera luas buas membentang Merengkuh aku dalam gelombang; menentang Air pasang bak pedang datang mengangkang Rubuhkan tubuh kian terjengkang Tapi akulah karang yang garang Tak mudah terhempas terpapas; nyalang Tekad bulat mencuat sekuat baja Raga terjaga melaga demi cita, cinta dan cipta di masa yang tak mudah Ibnu Nafisah Kendari, 28 Januari 2016

LANGIT

LANGIT Tak ingin menyekapmu dalam dekap kubiarkan terbang lepas lekas sesuka sekehendak Karena kutahu ke mana mega melesak Akulah cekung langit melengkung Kan tampung risalah hati yang mengungkung Hingga akhirnya kau datang menantang Meminta kujadikan awan menawan Hiasi cakrawala petang tanpa perang Tanpa pernah merasa tertawan Ibnu Nafisah Kendari, 28 Januari 2016

PINTU

PINTU Debu dan beku itulah takdir cintaku Tak sanggup bergerak berderak tanpa hadirmu Aku berdiri menyendiri di rumah tua ini Bercat lusuh hingga luruh segala rintih Inilah aku yang sebenarnya Layaknya pintu pinta kau sebagai kuncinya Membuka tabir tabur segala tabu yang meragu Bebas tebas segenap ikat terbelenggu Karena takdir telah tertafsir sejak dahulu Aku ada untuk dibuka olehmu Ibnu Nafisah Kendari, 27 Januari 2016

MAKAN

PUISI PATIDUSA TANGGA ««««««««««««««»»»»»»»»»»»» MAKAN Meja kursi kembali beradu Berpadu siang dahaga Raga mengadu Rancu Kucaci ikan di piring Memaki sebakul nasi Segelas kering Terlunasi Amarah tak kunjung redah Capcai pun kuhujat Tandas remah Khidmat Ibnu Nafisah Kendari, 26 Januari 2016

ITU AKU

ITU AKU Jika suatu waktu kaki lakumu telah lelah Jiwa raga ragam terlalu lemah Lari pergimu tak lagi kencang Langkah gontai intai hidup tak jua kenyang Ingatlah rumah ramah yang dulu kau tuju Bintang bentang selalu kau tunjuk Renungkan lagu lalu biasa terucap Gang panjang sering tercecap Pikirkan kembali baju hangat sangat kau rindu Senyum sebelum tidur buatmu Itu ....       aku .... Ibnu Nafisah Kendari, 26 Januari 2016

SEPERTI MATI LAMPU

SEPERTI MATI LAMPU Adalah bintang yang bersinar berbinar Rembulan berpijar di langit berkibar Perangi, terangi hatiku dalam kelam malam Kaulah lentera bergerak bak bendera mengangkasa Jendela bertiup titipkan sepoi rasa dan asa Engkau pula kekunang di hutan hujan tiada pelita Duniaku seperti mati lampu ya sayang .... Tak ada rindu menggebu  randu menderu senyum membayang Seperti mati lampu ya sayang, tiadamu seperti mati lampu ya sayang .... Ibnu Nafisah Kendari, 26 Januari 2016

SUNGAI

SUNGAI Deras riak riam alirmu Tak jua redam jeram jerat geramku Arus terus menggerus Tak henti-hentinya mengaus Membawa selaksa  kisah mulai terpisah Dibekukan oleh kekakuan laku kelesah Aku hanya dapat menganak sungai di ruamnya hatimu Melipir melipur liputi segenap garis lekuk peluk rambah rambu Hingga bermuara di laut berkabut Meruah meraup segala rayu ragu tak putusnya berlanjut Ibnu Nafisah Kendari, 25 Januari 2016

RUMAH #2

RUMAH Ketika aku adalah rumah Di sisikulah tempatmu berpulang Meletakkan tubuh lelah hingga subuh Cerita berita dan derita kan ternaungi dipikirku Terlindungi dari cahaya dan bahaya Menjaga segala resah remah rebahmu Akulah arah dari segenap tujuan darah nadi Menghulu-hilir parit sungai kisah kasih Bertubi-tubi tiba di penjuru ribuan tubir tabirmu Tembok kokoh yang kau butuh buat membaut bulat sandar sindir kelesah gelisah Ruang kosong jerit jerat hinggapmu dianggap berarti Ubin pijakan di kala raga terasa kalah dan salah oleh dunia Kembali kenali kendali hidupmu di tiang tilang atapku Di tingkap tangkap tertinggi jendela yang terbuka Di sana padang panjang ranjang kita memandang Masa muasal dari segala asal kebaikan menunggu Menanti bayang datangmu di teras deras hari-hariku Mengetuk ketik jentik rintik jemari di pintu hati Kembalilah di tempat tulang rusukmu dulu bermukim Di rongga dada dahulu kau huni sebagi bumi akhirmu berada Mengisi satu waktu walau itu teras

HUJAN

PUISI PATIDUSA ORIGINAL ««««««««««««««»»»»»»»»»»»»» HUJAN #2 Engkaulah hujan malam dingin Terbawa buaian angin Tetes berjatuhan Pepohonan Mengalir Matamu berair Deras menisik jalanan Merintih rintik atap rumahan Akulah gelap merayap samar Peluk hangat gigilku Dekap sabar Resahmu Ibnu Nafisah Kendari, 24 Januari 2016

KAYU

PUISI PATIDUSA ORIGINAL «««««««««««««»»»»»»»»»»»»»» KAYU Ketika sebatang kayu berdiri Tegak menghujam bumi Tatap mentari Sendiri Dirimu Satu-satunya bayang Beredar mengelilingi waktu Menyertai siang terik melayang Kemanapun kau pergi berlari Selalu akan kembali Memeluk rindu Sepiku Ibnu Nafisah Kendari, 24 Januari 2016

PREDESTINASI

PREDESTINASI Aku dikejar masa yang akan tiba Kenangan pun segera pergi Dan waktu terus mengetuk iba Meronta-ronta tak ingin lari Bertahan tiada kuasa Hingga menyerah pada asa Sekali lagi teriak tak ingin lepas Memeluk erat berpeluh darah Namun takdir menentukan arah Ibnu Nafisah Kendari, 24 Januari 2016

DALAM LUKA

PUISI PATIDUSA TANGGA »»»»»»»»»»»»»»«««««««««««« DALAM LUKA Kita ayunkan lagi pedang Saling gores luka Dalam padang Berdarah Sesuka hati tancap tombak Menikam daging merah Jerit merebak Marah Lalu tangis pilu menyayat Saling beku pedih Bagai mayat Sedih Ibnu Nafisah Kendari, 21 Januari 2016

BIAR CINTA BICARA

BIAR CINTA BICARA Kulepas kau lekas Bersama senja beranjak pergi Temui malam kian kelam Baumu masih merembang Mengambang tak tentu Dalam benak yang membelanak Biar cinta bicara Membawamu pergi dan kembali Ketika tanya semua terjawab Ibnu Nafisah Kendari, 21 Januari 2016

WAKTU

PUISI PATIDUSA ORIGINAL ««««««««««««««»»»»»»»»»»»»» WAKTU Kali ini tak bernama Hari berjalan lama Berkaki lesu Bisu Padang Kayu jendela Di bilik kenangan Tiada yang akan sama Jam pasir  bergerak merintik Teteskan serpihan detik Masa hilang Jelang Ibnu Nafisah Kendari, 21 Januari 2016

HARI KEMATIAN

PUISI PATIDUSA TANGGA ««««««««««««««»»»»»»»»»»»» DI HARI KEMATIAN Kau datang berwajah kelam Menemani hari terakhir Mendung hitam Terukir Keluarga, Harta ; aku meramal Mereka pasti pergi Tinggal amal Sendiri Ketika ruh hendak lepas Pun jiwa terbebas Jasad kebas Lemas Tak ingin cacian tangismu Bersatu gerimis mengiris Tersedu mengadu Pilu Berlalulah dengan hati ikhlas Hingga waktu berjalan Kita lupakan Kenangan Ibnu Nafisah Kendari, 22 Januari 2016

POHON #2

PUISI PATIDUSA ORIGINAL «««««««««««««««»»»»»»»»»»»» POHON Bayangmu sejukkan resah hati Teduhkan gelisah mati Tak bertepi Sepi Angin Berhembus dingin Sepoi tentram menyisik Biar sulur daunan gemerisik Nyanyian alam adalah engkau Damai segala menjangkau Menjaga cinta Rasa Burung Siul senandung Bunga rumput mengalun Tubuhku rubuh tanah mengayun Ibnu Nafisah Kdi, 23 Januari 2016

POHON #1

PUISI PATIDUSA ORIGINAL ««««««««««««««»»»»»»»»»»»» POHON #1 Daun hijau membentang liar Menjangkau cahaya Membagi penuh Teduh Sulur-sulur Mencoba mengulur Waktu yang berlalu Sesal kian berlari jauh Meski sejuk menghembus daun Mengendus ribuan gaun Guratan kesejukan Terlupakan Ibnu Nafisah Kendari, 21 Januari 2016