Posts

Showing posts from April, 2018

HANIF

Hanif Apa yang kau cari selain jalan yang lurus Tanpa tanda tanya di balok menjurus Engkau sudah tahu kompas mana yang benar Jarum di sana menunjukkan arah tempatmu bernalar Sebagaimana sungai tahu muara lautan Hingga arusmu nantinya bersatu bagai larutan Sejak kecil lisanmu telah merangkak membaca namaNya Hingga dewasa kau bisa menjawab dan bertanya Lalu kini tentukan arahmu seandainya kau tersesat menjalani Karena engkau sepandai-pandainya kaum yang terberkahi IBNU NAFISAH Kdi, 19 April 2018 03 Sha'ban 1439 H

BELAJAR NGAJI

Belajar Ngaji Alif--     baa--      taa--      tsaa-- Lidah terbata terasa Teraba asa Bahasa Jiim--    Haa--   Khaa--   Daal-- Bibir berucap gandal Huruf-huruf badal Mengganjal Dzaal--    Raa--   Zaay--   Siin-- Amsal lautan berasin Kekata kek awin Terjalin Siin--  Syiin--  Shaad--  Dhaad-- Meski sukar kuberdoa Pandai membaca Mengeja Thaa--   Dzhaa--  'Ain--  Ghain-- Berikan ilmu kepandaian Indahkanlah lisan Bacaan Faa--   Qaaf--   Kaaf--    Laam-- Bagai samudera dalam Timbul tenggelam Menyelam Miim--  Nuun--   Waau--  Haa-- Bak mencintai gerha Selalu rindu Merandu Lam   Alif--    Hamzah--   Yaa-- Allah maha kaya Berkahi doa Upaya IBNU NAFISAH Kdi, 18 April 2018 02 Sh a'ban 1439 H

JIWA MURSAL

Jiwa Mursal Suatu ketika aku bersujud tiada henti. Raga entah di mana begitu pula jiwa mursal. 'Sembunyikan jiwamu' meski sunyi terus berbunyi. Begitu pula malam menutupi hidup yang tak lagi penuh. 'Maka biarkan hatimu kosong' dalam lorong-lorong terasing hingga jera melolong. Tapi, aku hina-dina, celaka belaka! Tak ada tempat bagi kaum diryah di surga. Lalu ke mana mereka pergi? IBNU NAFISAH Kdi, 17 April 2018 01 Syaban 1439 H

MENYERAH

Menyerah Daun yang tabah takkan bertahan pada tangkainya_ Tempatnya tumbuh bermekaran Ia pasrah pada angin pada hujan pada tanah yang merengkuhnya_ Begitu pula aku pada Mu IBNU NAFISAH Kdi, 16 April 2018 29 Rajab 1439 H

LELAKI

LELAKI. Lelaki yang berkejaran di dalam benakku kini berdebat hebat. Ia bukan lagi jiwa liar di sudut-sudut jalan yang tersudut oleh persimpangan dan penyimpangan. Jalan hidupnya hanya mempertanyakan sebuah tanya tanpa jawaban yang pasti dan musti terungkap . Pikiran dan prakiraan memenuhi segenap harap sekaligus ratap. Kaki-kaki yang keras seakan menendang segala cadas meremas hingga tandas. Kepalanya tidak lagi berisi selongsong peluru yang kosong melompong. Seluruh hidupnya luruh pada satu perihal yang berputar di akal. Mengarah pada arah yang tidak mungkin tidak buat dipersoalkan. Hingga dibuatnya gamang remang meradang. Dalam sujud yang panjang dan tenang ia hanya meminta dan berdoa sebuah ampunan dan sebuah jawaban. 'Apakah ada khusnul khotimah diakhir perjalanan ini?' Bisiknya lirih dalam diri seperti pencuri yang takut ketahuan sedang beraksi di depan korbannya. (IBNU NAFISAH, Kdi, 20 April 2018, 03 Sha'ban 1439 H) 

APA HEBATNYA CINTA

Apa Hebatnya Cinta Apa hebatnya cinta ini Datang dan pergi Sesuka hati Berlalu Sedalam lautan luas terbentang Setinggi gunung terentang Sejauh memandang Menyayang Katanya tak akan meluntur Meski rindu mengucur Cemburu  melacur Menghambur Apa hebatnya cinta ini Manis saat kini Pahit sedih Nanti Adakah cinta yang sejati Memberi tanpa benci Tiada mati Abadi Adakah cinta yang paripurna Pemilik maha sempurna Selain Dia Allah IBNU NAFISAH Kdi, 15 April 2018 28 Rajab 1439 H

KANZAH

Tamadhar binti Amru bin al-Haris bin asy-Syarid Medan perang bagai membara Koarkan keringat darah Hidup sekali Mati Pergi Jemput pagi Jangan lari darinya Sembunyi bagai bunyi hampa Sekali 'allahuakbar' maka terjunlah Engkaulah debu menggila Pedang menyala Bahana Syahidlah Bagai shahabiyat Membela agama Allah Bagai maut kemudian wafat Meski tulang-tulang menjadi duri Tubuh-tubuh kita terhempas Tanah-tanah tercuri Terampas Terlupakan Bunga bermekaran Manis roti memabukan Bahkan air tiada terasakan IBNU NAFISAH Kdi, 14 April 2018 27 Rajab 1439 H

AL ASR (DEMI MASA)

‌Al Asr DEMI MASA Waktu Detik bergulir Segala juga sesuatu Membuat kita terlena. Terjungkir. Hingga bodohnya kita. Tersadar. Daun satu-satu melayang Senja bersandar Meremang Sia-sia Betapa kerugian Menggulung dada manusia Karena esok tampak bepergian Tinggal kenangan sesal kecewa Mengendap meraba derita Tangis tertawa Semata Sungguh Waktu bergulir Masa tak merengkuh Semua akan terus mengalir Tiba-tiba maut datang menyapa Malam hanya kegelapan Hitam menyala Penyesalan Ibnu Nafisah 25 Februari 2018

GUNUNG TIHAMAH

Gunung Tihamah Ketika panasnya menusuk kulit dan daging Kita sedang berlomba-lomba bak lumba-lumba Penuhi surau-surau yang parau jauh berdenging Di tengah malam sepi tak bertepi kita juga sama berjumpa Tatkala kau hilang dalam kesendirian entah di mana Gunung setinggi Tihamah pun beterbangan bagai debu Aku terjungkir dari puncaknya entah ke mana Layaknya musafir terhempas dan lepas jadi abu IBNU NAFISAH Kdi 26 Maret  2018

MUSIM SEMI

Musim Semi Di waktu di musim semi Helai jatuh bagai angan-angan Di ranting tangkai tertiup sepi Oleh wajah penuh bayang-bayang Maka tak tahukah kamu Segala getah akan luntur Di bawah sujud ikhlasmu Sebagaimana dedaunan gugur IBNU NAFISAH Kdi 28 Maret 2018

SUNGAI DI DEPAN RUMAH

Sungai Di Depan Rumah Entah ada atau tidak sungai di depan rumah Namun sekali waktu aku turut mandi  di sana Di pagi buta airnya begitu bening arusnya mengalir hening Nampak ikan-ikan berenang terpantul tenang Kala mentari menari airnya segar menetes di kening Seakan anak-anak berlomba lari dalam renang Tatkala sinarnya tergelincir ke arah barat suaranya masih syahdu Katak pun melompat ketepian saat remang mengadu Jangkrik seakan bertasbih di malam kakiku terakhir kubasuh Entah ada atau tidak sungai di depan rumahmu Tapi kuyakin suatu waktu kau takkan melewatkan Di lima waktu setiap hari yang kau rindu Seakan menyucikan dosa yang kerap tersentuh di jalanan IBNU NAFISAH Kdi 29 Maret 2018

DUA PUISI YANG TAK AKAN DITEMUKAN DI SURGA

Dua Puisi yang Tak Akan Ditemukan Di Surga #Cemeti Bila manusia diberi hidup Kekuatan yang tak mudah redup Di tangannya berubah besi Juga setangkai cemeti Serupa ekor sapi Di matanya membakar bara api Dengannya kenikmatan bersarang Membekas di kulit seseorang Luka darah luka darah menetes Membekas bahkan setetes Luka di kulit akan mengering Luka di hati duka menjaring #Perempuan Dalam bola mataku tertawa riang Rambut panjangnya terngiang Di sepanjang reka tubuhmu gelora menghujam Membanjiri setiap jengkal kesumat dendam Bila bersuara nampak menawan Jika berpakaian laksana bulan tak berawan Berjalan dari ujung mata ke hatiku yang binal Berlenggak-lenggok bak unta dahaga yang banal Hingga aku tertawan dalam penjara dunia Lalu bumi tempatmu surga 'nusia IBNU NAFISAH Kdi 30 Maret 2018

LIMA PUISI

Lima Puisi I. Pemuda Aku tak punya kekuasaan pada dirimu. Karena engkaulah peluru yang terlanjur dimuntahkan. Darinya menerobos segala sekat meski pekat terasa. Engkau pula badai yang terperangkap dalam rumah. Jika engkau melangkah segala petir dan hujan bersatu. Jalan-jalan dan selokan tak mampu menampung keluh kesahmu. Engkaulah di mana segala penyesalan bermula. Ketika tembok runtuh oleh kepalanya tangan, kekesalan pecah di kaki yang masih hijau. Wajah dan badan selayaknya gendang yang coba dibunyikan dengan hasrat yang paling liar. Hingga engkau sampai di kaki sebuah bukit. Lalu senja memanggilmu sebagai lelah dan lemah. Ketidakberdayaan adalah namamu terakhir saat puncak itu engkau raih. II. Sehat Denganmu segala rasa mampu kuucapkan dengan lantang. Luka terbuka dari pedihnya dunia mampu kutampung. Akulah lautan tempat muara segala harap. Tempat kapal-kapal angan berlabuh. Camar  berkepak cita-cita yang menukik di atas samudra gairah. Denganmu ak ulah gunung yang tinggi. B

TIGA HAL

Tiga Hal Siang itu di bawah rimbun pohon durian, rambutan dan kelapa Ada yang mencoba ingin melupakanmu Mereka tidak ingin berpikir seperti itu tapi akhirnya waktu jua berkata Awalnya dibuatkan sebuah rumah buatmu Tempat tidur yang nyaman dan sejuk dengan jendela yang langsung menatap pepohonan Halaman yang sangat lapang hingga bisa berladang Jika malam tiba atapnya akan menampakkan bulan yang rupawan Dengan binatang-bintang menempel bagai manik-manik saling melintang Ketika waktunya untuk pergi dua lainnya meminta pamit  tanpa bisa engkau cegah Dengan berat hati mereka berlalu begitu saja dan berjanji akan datang lagi Lalu satu dari ketiganya berada di sampingmu seraya berbenah Menatapmu seolah-olah ia meminta ijin agar kau membawanya sampai mati IBNU NAFISAH Kdi 01 April 2018

TAMU YANG TAK INGIN KAU SAPA

Tamu Yang Tak Ingin Kau Sapa Tamu Seorang kawan Minta untuk bertemu Di ranjang tempat kutertawan Ia katakan ingin menjenguk Mendoakan yang sakit Hatiku remuk Pahit Kejang Tubuh bergetar Menahanku dari ranjang Meski senyum seringai  melatar Kaki-kaki seakan ingin berlari Namun raga membeku Ia menghampiri Terpaku Kosong Wajahnya meringis Jiwaku serasa gosong Seperti batu yang menangis Ketika ia berkata,  "Pergi!" Aku terpojok sendiri Tatapan sepi Abadi IBNU NAFISAH Kdi 01 April 2018

TIGA RATUS PEDANG

Tiga Ratus Pedang Sesaat aku akan pergi Langit berwajah kelabu Sesekali gerimis di atas perigi Mengalirkan sesak di dada kian menggebu Juga guntur yang mengguruh Desahan lirih napas kian tersesat Saat itu kau bisikan kalimat indah pada ruh Namun itu bukan hal yang mudah, itu berat Sesaat aku akan pergi Sesuatu menusukkan pedang ke tubuh Perih dan nyerih berulang kali Sekali lagi lagi lagi hingga menyerbu Tiga ratus tusukan mata pedang Menghujam dalam sekali waktu Tak henti hingga napas meradang Juga terhenti jadi beku IBNU NAFISAH Kdi 03 April 2018

KESENANGAN YANG MENIPU

Kesenangan Yang Menipu Jangan percaya pada Dunia Jika janjikan abadi Hanya fana Sejati Jangan terlena hingga terlupa Hiburan tak bermakna Kadang hebat Sesaat Saat merasa inilah surga Hidup damai bahagia Penuh tawa Sahaja Ketika itu ujian dimulai Khuldi nampak lezat Ranum gemulai Nikmat Sekali engkau tancapkan gigi Maka terhempaslah ia Pada gerigi Dosa Begitulah mawar nampak indah Mekar marak bersemi Sembunyi luka Berduri IBNU NAFISAH Kdi 03 April 2018

BAGAI BUNGA YANG DIPETIK KEMUDIAN LAYU

Bagai Bunga Yang Dipetik Kemudian Layu Aku tak punya kekuatan padamu. Bumi tempatmu berjalan dan kegembiraan serta rumah-rumah di atasnya hanyalah perempuan yang menari di atas gendang. Sekali terpikat olehnya dunia seakan surga buatan. Aku tak punya daya mengubahmu seperti benih. Ia bebas berkecambah sesuka hati menjulurkan pucuk muda ke mana matari bersinar. Ke mana akar mengarah untuk mencapai air hidupnya. Aku tak punya kekuasaan atasmu. Layaknya awan gelap bergumul dan di mana saja ia mampu menurunkan tetesnya. Membanjiri sungai dan jalanan yang hendak kau jalani. Aku takkan pernah mampu memintamu menjalani jalan yang tak kau sukai. Karena kampung dunia begitulah menggiurkan. Menawarkan setangkai bunga mekar yang hendak kau petik. Tak seberapa lama iapun layu di tangan. IBNU NAFISAH Kdi 04 April 2018

EMPAT PUISI BUAT KAUM ADAM

Empat Puisi Buat Kaum Adam #Kecantikan Kadang kita menjatuhkan diri ke dalam lembaran paragraf seorang asing dan setelahnya menuliskan kata-kata yang bukan kita. Mengagungkan paras sebening porselin yang kadang dipajang di atas lemari dan dibersihkan jika berdebu. Diri kita telah lama sekali dicuri dari badannya. Awalnya dijajah oleh pikiran yang sama sekali bukan kita. Otak kita dicekoki, dipaksa dan akhirnya dicuci oleh pergaulan dan pandangan. Hingga akhirnya seorang perempuan dinilai bak bunga. Dicium semerbaknya dan dipandangi warnanya. Tanpa peduli mereka berduri atau beracun. Sekali mengenali kemolekannya lalu kita mencapnya sebagai ratu yang harus menguasai sebuah kerajaan. Meski sang ratu menghadiri pesta-pesta tanpa apapun. Lalu semua mengaminkan keindahan tubuhnya dan kita hanya termangu tanpa bisa berkata-kata. Karena kecantikan yang ada dalam kepala kita hanya apa yang terlihat. Apa yang terbaca oleh mata dan dirasakan oleh kulit. Karena kita adalah anak-anak zaman ya

SEKUMPULAN

Sekumpulan Ketika waktunya adzan tiba Suara seterang kandil Mengalun purba Memanggil Terkasih Membujuk rayuan Merindu layaknya kinasih Membuka raudah seluas buaian Ketika waktunya telah lewat Sinarnya berlalu senja Warna semburat Mengeja Wajahmu Dinding membeku Hatimu membatu terpaku Serupa gunung himalaya tergagu Bukankah engkau sebagian darinya Orang-orang menolak cinta Kasih sayang-Nya; Surga Sekumpulan Segolongan mereka; Fir'aun dengan kekuasaan Haman, Qarun dengan hartanya IBNU NAFISAH Kdi 08 April 2018

JIKA AKU BELAJAR MENCINTAI

Jika Aku Belajar Mencintai Jika aku belajar mencintai maka seluruh indraku mengeja. Kepala bertumbuh rumput di padang-padang yang tertiup angin membawa aroma alam di pondok kayu beratap daun kering. H atiku menggali lubang-lubang dikedalamannya dan akan kutemukan pasir, bebatuan dan mata air yang nantinya menyegarkan mata batinku. Ragaku merangkai tiap gerak bersama tulang belulang dan otot daging di dalamnya. Kakiku akan ringan melangkah karena cinta yang ditawarkan tak lebih jua tak kurang. Tanganku menggapai-gapai seakan cinta adalah awan yang nampak maya tapi kaya rasa. Bila aku belajar mencinta, kau akan memandangku sebagai anak yatim di pojok-pojok toko atau tangan-tangan yang memegang tamborin di lampu-lampu merah. Akulah mesjid-mesjid yang lapang namun tak jua memasukinya. Pun lemari berisi musyaf yang tak akan  kaudekati bahkan sekadar menyapa, ''Apa kabarmu hari ini?'' Jika aku belajar mencintai, kau akan memandangku sebagai puncak menara di mesjid-mesjid.

TETAPLAH TERSENYUM

Tetaplah Tersenyum Kita telah lama jadi debu, asap, darah, dan air mata. Mereka menghadiahi kita dengan peti-peti kosong. Tapi kita cuma mengambil kain kafan. Untuk anak tetangga yang kemarin sore, kakak atau adik dan kerabat. Aku sengaja tak menyebutkan nama orang tua kita, karena wajahnya pun mereka hapus dalam hitungan detik. Kita telah lupa rasanya tidur nyenyak dan bangun dengan membuka kaca jendela di pagi hari. Karena mereka telah mengambil kamar kita. Lupa rasanya makan dengan perut kenyang, minum dari mata air yang jernih. Karena mereka telah bersusah payah meratakan daratan. Kita telah bosan melihat darah dan airmata. Lalu mereka jengkel melihat senyum yang masih bertahan meski napas tiada lagi di rumahnya. Hanya Dhouma masih mereka beri buat kita. Itupun berbaik hati dengan mengganti udara buatan, hingga beberapa dari anak dan dewasa lebih cepat bertemu Tuhannya. Mereka bisa saja mengambil ingatan tentang orang-orang yang kita sayangi. Harumnya bunga, rasa roti di pagi