Posts

Showing posts from September, 2017

BILAMANA JAUH

   BILAMANA JAUH Bilamana hari masih pagi Saat kubuka mata Tiada mentari Menyapa Atau Kususuri malam Tanpa bulan merantau Pada taring langit tenggelam Bilamana kucari di mana-mana Padang dinding beku Lantai kelana Semu Hati Katanya dalam Tanpa batas melingkupi Jua luas sebagaimana karam Mungkinkah ini namanya hampa Saat jiwa menjauh Hilang tanpa; Bersauh Tahu Aku tahu Kita telah kalah Saat pertama kali mengalah Kendari, 17 September 2017 IBNU NAFISAH

JENDELA

JENDELA Di jendela rumah kita tiba-tiba aku jadi tuli Tak kudengar suara lama pernah kurindu Di kala pagi berkabut di atas pohon di antara cabang-cabang Atau bahkan senja di langit yang merah merona Kemana suara itu hingga hati tak tergerak mencari ke mana-mana Tangan tak lagi meraba di mana-mana Tak ada jejak kakiku di sana di luar rumah Aku mencari-cari dan tersesat di dinding buta tembok rumah kita yang kau sebut kokoh Aku membaca angin yang masuk memalui jendela Menguraikan bunyi yang sekecil apapun masuk ke dalam telingaku Mereka-reka benda yang bergerak-gerak dari bibirmu Tidak. Tidak aku tidak mendengar sepatah kata pun di sana Bukankah ini waktunya Aku mendengar seruling nun jauh di lubuk hatiku tapi tetap samar Aku tahu aku tuli dan mataku buta Tapi hatiku pun kini mulai mati rasa Tenggelam dalam dunia tanpa cahaya Bila kau mendengar sesuatu dari luar rumah di jendelamu Katakanlah itu padaku Kumohon. Namun mungkin suaramu pun tak mampu kudengar huruf perhu

PERNAH SEKALI

PERNAH SEKALI Pernah sekali tidak menghiraukan Menutup mata mencoba melupakan Berlari dan berlari dari segala pedih Membawa berjuta-juta perih Hingga kaki terseok terisap lumpur hidup Tangan menggapai-gapai tak tertolong Suara hanya bisu yang meletup Gerakan sekadar jari menjentik melolong Lalu karam aku dalamnya Tersuruk aku puruknya Pernah sekali tidak menghiraukan Menutup mata memalingkan Tapi aku tak sanggup melangkah Bahkan tak mampu merangkak Pernah sekali tak menghiraukan Tapi membatu jadi kerangka Bahkan debu tak sudi mendekap Kendari, 10 September 2017 IBNU NAFISAH

KOPI PAHIT

KOPI PAHIT Pernah sekali kumencium niat jahat di hatimu Karena hal yang sama terbersit dipikirku Ketika kuseduh kopi pahit di atas meja Saat itu bibirmu yang merah merekah menari-nari di depannya Tak ada yang tahu kau dan dia berbicara apa di sana Karena seekor burung pun kau usir menjauh seketika Itu beberapa minggu yang lalu Kini aku menahan perih tusukan belati kekasih gelapmu Dan kau mati karena kopi pahit hari itu Kusadari kini saat itu kau membicarakan cara membunuh tanpa menggunakan tanganmu Kendari, 10 September 2017 IBNU NAFISAH

SUATU KETIKA

SUATU KETIKA Pernah seketika ingin benar padamu Ingin mengulang kata perkata dari bibirmu Menjalani pelosok desa yang sengaja kau buat di dalam hatimu, untukku Merenangi kembali ombak yang tercipta di antara kita Atau sekadar menyingkirkan krikil tajam di pinggir jalanan kampung-kampung pedalaman jiwa Bahkan bila mungkin bersamamu terbawa arus laut akhirnya Namun itu tidak kulakukan Hanya terdiam saat desa yang kau buat diterjang gelombang Kau terseret jauh hingga hilang dan terlupakan Lalu suatu ketika aku teringat tentang dirimu, air yang surut, desa dan krikil di jalan-jalan kampung, lalu kupikir itu hanya sebuah mimpi yang telah mengambang Kendari, 10 September 2017 IBNU NAFISAH

KAWAN

Ah, kawan! Akhirnya waktu yang terlipat antara kita kini terurai Segala waktu dan jarak dulu hanya teka-teki kini terburai Segala senyuman dan kerinduan pun bercerai Kawan, Detik-detik kita yang lampau akhirnya kembali Seragam esemu dan tas sekolah di pundak teringat lagi Tawa, komentar, suka, duka datang bagai air bah mendera kini Kawan, Kita bagai dua kos kaki yang lama baru jumpa Sebagian terbawa kehidupan  dan terlupa Yang lain tinggal di entah tak mengapa Ah, kawan! Kaukah itu yang berdiri dengan gigi merekah Tangan terbuka lebar menyapa Seakan hari tak pernah pergi dari kita Kawan, kawan, kawan .., Hanya butuh sedetik untuk mengingat semuanya Namun seabad pun itu tak cukup menghapus segalanya Karena kita terlanjur terperangkap dalam jamannya Kendari, 10 September 2017 IBNU NAFISAH