Posts

Showing posts from March, 2017

PAGI BENING

PAGI BENING I Ia hanya ingin di sana. Berdiri sendiri di antara daun-daun hijau. Sementara kelopaknya berisi embun pagi. Menunggu sesuatu lahir di ujung pepohonan. II Wajahnya bening tersaput kabut. Udara dingin seakan menggenggamnya. Memaksanya untuk menggigil dalam kepedihan. Menunggu. III Ke mana? Bisiknya pada jiwa rapuh. Wajah kemarin kini tak nampak. Sepanjang mata memandang terlihat hanya kabar kabur di angkasa. IV Dalam penantian yang sangat panjang, daun-daunnya kunyup oleh sepi. Angin gelisah bertiup bagai pisau yang tajam. Lupakah ia padaku, pada janji itu? Gumamnya hanya diam membisu. V Di ambang batas ketidaksabaran di hati. Tiba-tiba ia tersenyum. Semburat cahaya menyiram tubuhnya, menghangat. Ah, senyuman itu begitu indah. Seindah bunga mekar tatkala matahari pagi bersinar bening. IBNU NAFISAH Kendari, 27 Maret 2017

CARCINOMA MAMMAE

CARCINOMA MAMMAE Senja di pucuk-pucuk kelabu Berlatar gerimis  meragu Pada Kamboja Menua Giring-giring Berdentang nyaring Balik bukit-bukit berdenting Masih terdengar gema kelenting Dalam pesara berbatu-batu kecil Gundukan tanah-tanah kerikil Bayangmu menggaung Meraung Senyuman K erudung sulaman Hari-hari berlalu kemarin Datang memanggil bagai angin Engkau masih duduk bercerita Bersenda gurau tertawa Meski menderita Tersiksa Tersenyum Kepedihan santer Parasmu seringai terkulum Susah payah melawan kanker IBNU NAFISAH Kendari, 23 Maret 2017

RINDU INI

RINDU INI Pernahkah suatu kali kuceritakan Tentang ombak membuas Lautan luas Adinda Perahu-perahu diterjang badai liar Langit sepekat menghitam Gelegar menghantam Memekik Seorang nelayan tua kembara Mencari nafkah keluarga Memasang raga Sendiri Berdiri pada geladak risaunya Menanti hujan terhenti Samudra tenang Berenang Hingga angannya pada anak-istri Memuncak dalam jiwa Berontak meronta Membara Berbulan-bulan ia terdampar sepi Angin berhembus terbawa Terlantar seketika Adinda Pernahkah kau merenungi jiwanya Kekhawatiran serta rindu Duka nestapa Menerpa Kehilangan dirinya bukanlah masalah Lautan adalah rumahnya Juga hidupnya Adinda Tapi rasa terpisahkan? Ooh, Batinnya takkan mampu Lalu merapuh Lumpuh Itulah yang kurasakan padamu Jarak semakin memaku Terbentang jauh Adinda IBNU NAFISAH Kendari, 20 Maret 2017

KEKASIH

PUISI PATIDUSA TANGGA *************************** KEKASIH Telah kukirim pantai lautan Semilir belaian angin Nyiur melambai Sayangku Serta awan dan burung-burung Ikan-ikan juga kerang Pasir bebatuan Rinduku Pada surat-surat yang kaubaca Kaueja kata perkata Lalu tersenyum Terkulum Bukankah mereka nyata bagimu Teramat begitu hidup Penuh gelora Berasa Sengaja tidak kutuliskan padamu Betapa indahnya semua Begitu menawan Memesona Bahkan tiada kalimat tandingan Rayuan puisi-puisi gombal Dapat menyuarakan Cintaku Karena bahasaku teramat dangkal Terlalu payah mengandaikan Mengutarakan rasa Hatiku Jika kauterima dengan utuh Susunlah dalam batin Begitupun aku Padamu IBNU NAFISAH Kendari, 19 Maret 2017

I L U

I LOVE YOU aku tresno karo koe abdi bogoh ka anjeng u puji alenu ke ehei inggo'o asiangko torang cinta pangana tiang tresno sareng kamu sanna' kungainu hau domi o au loim ko kal hona pyar hay @!#$##$$$%%%^ lalu dengan bahasa apa lagi harus kukatakan? bila semua itu tidak membuat hatimu tergerak IBNU NAFISAH Kendari 19 Maret 2012

JALAN TAK MUDAH

JALAN TAK MUDAH Kita sudah pilih jalan bertempur Arah angin 'tuk kenali lawan Bahkan warna baju kemenangan Kita pun terlahir dilumpur Hanya Keringat letih kawan Kembang Keresahan-kesenangan Tak ada waktu​ 'tuk berpikir mundur Sekali tantang 'kan melawan Pada​ jiwa lemah perjuangan      Meski Jasad kita sudah mati-hancur Termakan waktu​ tergilas tertawan Kepedihan-pertentangan Namun jiwa kita 'kan lacur Mencari kepuasan pendobrakan Rasuki tubuh muda ketelanjangan Wahai pendobrak zaman Pahlawan bumi nusantara Teruslah ber-ulah  Karena hari terus belari Melapukrentahkan kita Lalu menyamaratakan tanah Akhirnya jalan adalah pilihan Sekaligus hidup dan rumah Tempat kembali menyematkan sejarah IBNU NAFISAH Kendari, 19 Maret 2013)

PAGI

PAGI Dirimu menyerupai cahaya khayangan Mengintip di pepohonan menjadi bayangan Terkadang suaramu mirip Kukila Melompat-lompat di ranting kukira Bahkan belaian itu senandung berangin Ketika goyangkan daun-daun Waringin Ah, kau juga sebaris kata-kata cinta Begitu manis saat kubuka mata IBNU NAFISAH Kendari, 18 Maret 2017

PUISI KECILKU

PUISI KECILKU Anak-anak berlarian Berkejaran Burung-burung terbang Melayang Bunga-bunga bermekaran Menyegarkan Kaki-kakiku rapuh Lumpuh Kursi-kursi roda Menggoda Orang-orang pergi Berlari Waktu-waktu tinggal Tanggal Hari-hari berlalu Pilu Doa-doa kini Menemani Sungguh-sungguh memuji Di hati Moga-moga Tuhan Kabulkan Langkah kakiku Sehat selalu 14 Maret 2017

KEMATIAN

PUISI PATIDUSA ASLI *********************** KEMATIAN Pagi-pagi buta ia datang Berkain sutra halus Liar menantang Mengelus Sekejap Wangi tercium Sesak. Napas tercecap Tubuhku gayang mabuk opium Bagai tamu tanpa undangan Matamu nyalang menyala Menagih padan Baka Seringai Senyuman dingin Terhias manis menyangai Bagai keheningan pekat Waringin Sulur-sulur tajam mendesak dada Geronggang leher tercekat Bergelinjang laga Terangkat Kaupergi Sebagaimana gaib Kembang dan setanggi Kafan bahkan jasad. Raib IBNU NAFISAH Kendari, 11 Maret 2017

KENANGAN

KENANGAN I Kenangan itu hanya sehelai daun. Ketika wajahmu mulai menguning reranting menghitam di antara awan pilu. Sebaris angin menarik-narik masa kembali ke silam. Sebagian menerpa wajahmu sebagian berlalu di udara. II Pernah dulu pucuk-pucuk mekar di ujung tunas muda. Di musim peralihan antara hujan dan kemarau sekuntum bunga mekar. Menyaksikan hijaunya daun, terpaan mentari pagi dan sesekali gerimis menempel jadi embun di pagi buta. Seekor lebah tanpa sengaja jatuh hati pada kembang warna jambon itu. Sang lebah tak sampai hati mengisap sarinya. Sulur mudanya hanya mengagumi. Dan bunga pun layu seiring waktu. Tertinggal hanya biji-biji bulat di sana. III Musim berganti bagai malam dan siang. Pohon yang kau lewati tempo hari saat pulang sekolah kini menjulang. Sesekali terbersit untuk melompat menjangkau ujung dahan terendah. Yah, kau mampu, tapi di ujung jari saja terasa. Sementara daun berbentuk hati itu tetap menggantung, sedikit bergoyang oleh angin. Rasa penasaran membuat

SI BUDI KECIL

PUISI PATIDUSA BIAS *********************** SI BUDI KECIL Tisu! Katamu rusuh Di perempatan jahanam Memaki hari kian merajam Balik kaos kumal merayu-rayu Bermandi peluh menghujam Tubuh kanakmu Menghitam Suara Bergema ringsek Knalpot memecah udara Bibir teriak memukul brengsek Si Budi menjerit-jerit membisu Angkuh menyandang nyeri Sinis membasuh Mentari Tisu! Lagi. Raungmu Bagai debu kelabu Engkau luruh jatuh mengabu Di atas padang jalanan Di antara kendaraan Bayangmu berlari Pergi IBNU NAFISAH Kendari, 27 Februari 2017

AZAI NAGAMASA BIZEN NO KAMI

AZAI NAGAMASA BIZEN NO KAMI Oichi ! Adinda sayang Lihatlah kastil Odani Api berbunga asap mengganyang Deru suara serdadu mengudara Darah memercik perih Dentum angkara Jerih Persil Tanah kuasa Luluh lantak permil Tinggal debu hancur binasa Engkau takkan temukan ragaku Berdiri memandang wajahmu Mengukir senyum Terkulum Persik Mekar runtuh Moksa lelah mengusik Begitulah diriku kini mengaduh Dunia telah kiamat bagiku Tidak, cinta tentangmu Terus hidup Meletup IBNU NAFISAH Kendari, 04 Maret 2017

SILARIANG

PUISI PATIDUSA BIAS *********************** SILARIANG Kaupergi Jauh berlari Dan takkan kembali Tinggalkan sepi sunyi sendiri Entah kota mana kini Tiada bayang diri Mungkin juga.... Lupa Badik Siap menghardik Tanpa ragu membidik Mencacah rajam tubuhmu lindik Kejar sepasang bayang hilang Sejoli terbang melayang Kasih bercarang Jurang Silariang Cintamu terlarang Engkau undang berang Amarah purba kini bersarang Rasa sepenuh jiwa kaujaga Padamkan seluruh raga Meski berdarah Kelarah IBNU NAFISAH Kendari, 02 Maret 2017