Posts

Showing posts from April, 2016

SARAK

SARAK Akulah bibir yang menampung segala cemas saat kau menjadi air di gelas Namun panas parasmu membakar hingga lidah pisah dahaga pada telaga Ingin menjadi pagi membagi sinar hangat dikuntum sang kinasih Tapi bunga layu bagai lagu tanpa syair syiar musik mengalun mengayun Kau asin laut larung dalam tiap cekung samudera Juga ombak yang tak mudah tertebak kapan menjebak Jadi nelayan atau ikan bermain di bawah senyum takdirmu Aku adalah awan tak mampu merabah langit meski bersisian Atau hujan tak jelas jatuhnya karena angin bermain tak tentu Karena linang matamu merambah lubang sedih juga pedihku Ibnu Nafisah Kendari, 27 April 2016

MENUNGGU

MENUNGGU Waktu pun mengetuk Hingga hari mengutuk Tiada jawab terbentuk Mencarimu di udara Kemana langit bermuara Kau tak bersuara Inikah janji hening Bagai kolam bening Kau hanya bergeming Deretan gigir gelisah Bermain memulai kisah Hingga menerus kelesah Ibnu Nafisah Kendari, 26 April 2016

KANGEN

KANGEN Mungkin tak ada kata yang cukup Atau bibir mampu menampung Rasa meluap 'kan mengungkap Masih terngiang desahmu tentang langit semerah bata Laut bersuara burung sewarna bola api yang enggan membara Atau kapal-kapal terombang-ambing mengembara Rambutmu pecah bersama ombak Berurai senyum pukul jiwa berontak Kita saling menatap angin beranjak Tak ada jawab yang mampu merangkum Kau terlipat dalam waktu dan aku semakin jauh terbungkam Hingga waktu bergerak berlompat terjerembab mendekam Akhirnya cuma serpihan genangan Terbaca di lembayung kenangan Tentang senja dalam keremangan Ibnu Nafisah Kendari, 26 April 2016

BENAR KATA SS

BENAR KATA SS Kita hanyalah ruang kosong Berharap menampung udara Namun tak kuasa bersuara Ingin menjadi cangkir di pagi hari Dengan kopi sebagai isi Tapi pahit berselisih Lengkung langit maha luas Gugusan planet meruah Tak terjangkau dan puas Benar kata SS Kita adalah padang panjang Gersang bertalu gendang Tiada pohon merindang Rongga dada yang berdegup Jantung dan paru kian redup Kita sesak sesal menghirup Benar kata SS Benar sebataS napaS Ibnu Nafisah Kendari, 24 April 2016

AKU MENCINTAI

Aku mencintai Aku mencintaimu seperti amarah api pada kayu Menghanguskan bara jadi debu Aku mencintaimu bak ombak yang bergulung Menenggelamkan buih hayutkan gunung Ibnu Nafisah Kendari, 22 April 2016

LEMARI

LEMARI Berlembar pakaian tak lagi terlipat di sana Kain yang telah tercuci hanya terkunci Segala gelisah rasa beradu berpadu jadi satu Akulah pakaian bersih yang tersimpan menyimpang Bergumul sakit dalam almarimu penuh keluh Berdiam diri sendiri menempati ruang yang meraung Mencoba memadati menyadari isi jiwa seakan sesak mendesak Membukamu adalah tantangan pantangan sekaligus Sekali tersingkap terungkap jadi ganjalan ganjaran Menguak menguap segala ucap salah dulu terlupa Kau adalah peti rahasia di kamar tersamar Kan tertutup terkatup setiap saat tanpa sadar Kau pula kotak pandora jadi sayang pun jadi bayang Menggalimu bagai mengail resah di air mengalir Hingga akhirnya ragu terlahir terlampir dibilah pintu Membeku digagang pegangmu menutup segala rahasia risalah Ibnu Nafisah Kendari, 20 April 2016

LAMARAN

LAMARAN ( Suatu ketika berada dalam perayaan hajatan lamaran ) Harusnya rumah berdinding bata itu adalah kamu Berkumpul menampung menanggung suara beradu Para tetua lapang dada suka cita menyambut Pemuda riang gembira berkumpul mengepul menanti Seandainya akulah sang pendekar dari negeri seberang itu Bertandang bertampang satria meminang sang putri ujung negeri Mungkin saat ini adalah awal dongeng seribu satu malam kata Pertemuan dua adat dalam suatu ayat jadi cerita hajat kita Mimpi yang sebentar lagi akan terwujud Rasa yang tak mudah kemudian jadi terujud Ibnu Nafisah Kendari, 19 April 2016

PERSIMPANGAN

PERSIMPANGAN Kali ini aku tertumbuk sekaligus tertunduk Jalan bercabang di depan mengambang Kaki kaku serasa beku berinjak; beranjak Menempuh merengkuh setapak yang kini mengepak Membagi tanya tanpa tanda akan hendak kemana Berbalik memutar waktu serasa menabrak sesal mendobrak kesal Berontak menerjang galak menyerang jarak Maju ragu terasa gagu tak tahu hendak melagu melaju entah kemana Hingga nantinya kita terjebak terhenyak pada satu sampul suatu simpul Akankah jalan terbuka tanpa terlupa bahwa kita pernah terluka di persimpangan Ibnu Nafisah Kendari, 19 April 2016

RUMAH KOSONG

RUMAH KOSONG Pagi bertamu di rumahku kali ini Tanpa salam terobos jendela kini Ia berkata-kata tanpa arah berupaya membuatku marah Mengomentari mentari yang jarang melewati pintu-pintu Debu melekat rekat pada lantai atau jelaga berkelana di sudut-sudut Tembok kusam ditembak oleh jamur di jalur mata Malam menjadi makam siang jadi liang tanpa suara Tak ada sapa di halaman berumput bertumpuk Atau asap di dapur bercampur bau masakan Hening berdenting dari ranting waktu ke waktu Namun aku masih tertidur mendengkur di ranjang telanjang Ia masih berceramah dalam diam mengomel mengorek ruang mengaung Hingga ia lelah sendiri berlari keluar tanpa ijin sekalipun Mungkin bosan atau frustasi Aku tak tahu menahu Tapi kali ini aku ingin ia datang kembali menyinari jasad beku itu Ibnu Nafisah Kendari, 19 April 2016

LANTAI

LANTAI Harus kuakui langkah tak lagi tegap tegas dan tegar Sepasang kaki ini kini nampak kehilangan pijakan; injakan Berjalan-jalan hampir tak mudah seperti dulu Mencari dirimu yang kokoh seperti tertatih di lumpur hisap Meraba-raba bagai tak percaya padatnya tanah Merangkak merangkai tapak demi tapak Menelusuri setapak yang pernah kita lalui namun lalai Aku terseok di simpang timpang di sudut jalan Menerka-nerka rambu yang kau tandai Menanyai waktu yang berlalu Namun semua hampa hambar terhampar menampar-nampar Merenungi lantai yang tak mudah kupijaki Ibnu Nafisah Kendari, 18 April 2016

JENDELA

JENDELA Telah kurangkai tirai di wajahmu yang beku Warna kuning berbentuk Kupu-kupu Terbingkai kaca polos agar mudah kupandangi senyummu Dengan urat-urat kayu kuat menjaga agar raga tak rapuh Tiap pagi dan petang kubilas sekilas debu Hingga mengkilat tak berbanding kaca kelabu Jikalau engkau mengizinkan aku tuk menjadi terali besi Kan kujaga dari maling yang mencoba memasuki hati Tak relakan menggasak rumah kita saat malam tiba Atau bahkan membawamu pergi dari dalamnya jiwa Bahkan mengintip dari ranumnya wajah pun tak terbiarkan Karena aku selalu di sisi menjaga dan memanjakan Ibnu Nafisah Kendari, 18 April 2016

MANGROVE DI BUNGKUTOKO

MANGROVE DI BUNGKUTOKO Ketika aku menemuimu di celah-celah belukar Senyum dan tawa bagai bebas di sela-sela akar Menyapa bertanya mengapa seolah kita tersesat Dalam keremangan daun kegamangan tangkai melesat Di antara jeratan jembatan yang terpijak terinjak Kutahu kau adalah rimba merambah tak ingin beranjak Berada di beranda bersamaku namun tak ingin pergi Ketika kaki hendak melangkah  susuri luka telusuri liku Engkaulah deretan daratan tak puas ditumbuhi bakau Menjelma jadi rawa rawan tertawan rasa tawar di hati payau Seolah kita tak saling ingat paling lupa satu sama lain di sana Seperti seorang asing berjalan sendiri dalam mangrove merana Ibnu Nafisah Kendari, 18 April 2016

KALI LASOLO

KALI LASOLO Harusnya sejak dulu mencumbui deru air Merangkul hitam cadas di bebatuan alir Mencintai pepohonan mencakar mengakar Semestinya sejak dulu jatuh  hati pada laga di telaga Rerimbun daunan beserta sejuk ceruk lekuk terjaga Menimbun diri dari luapan lautan kecil dalam larutan Setidaknya kita bertemu di muara kasih ini Bercakap-cakap disela-sela riak riam kali Menyanyikan lagu lama sama kita puja puji Semadyanya kitalah anak-anak bertelanjang liar Melompat menceburkan diri di deras kerasnya rasa Hingga tersadar kita tersasar pada sungai kini; berenang; terkenang Ibnu Nafisah Kendari, 18 April 2016

KARPET MERAH

KARPET MERAH Entah sudah berapa lama Badan menempel di tubuhmu Hingga kau berubah menjadi merah Jembar tergambar di raga Kulit penuh motif guratan siang ini Kita melewatinya dengan mesra Kau peluk aku dengan manja Angin memainkan desirnya Waktu terhenti sewaktu-waktu Mendam kita jadi dendam Mengasingkan jiwa hingga lelap Membagi cerita dan derita kala itu Hingga terlena pada dia yang tak sadar Pada kita yang berguling di atas karpet merah Tanpa suara tanpa harapan dan tanpa ratapan Sendiri Ibnu Nafisah Kendari, 17 April 2016

JAm

JAM Kubiarkan saja ia berdetak Memutar waktu sekehendaknya Biar bebas tanpa aturan Mengikuti arah pikiran dari angka ke angka Biarkan dia berlari Karena dunia ini menurutnya hanya masalah nomor Tak ada yang lain selain itu Dan jika ia mulai lelah kupastikan baterai cadangan selalu tersedia Sudah kukatakan padanya agar terus berjalan Waktu terus berputar Membuat kita tua dan rapuh Berhenti sama saja tergilas Dan jika engkau tahu kita berada di dua jam berbeda Berputar tak searah Ibnu Nafisah Kendari, 17 April 2016

PINTU

PINTU Tak ada perbedaan antara kita Aku hanya daun panjang di depan rumah Dan kau lubang kecil di sudut daun panjang itu Jika suatu waktu lubang kecil terhempas dan jebol Maka daun panjang nan lebar akan mudah dibuka Ketahuilah tak ada beda antara kau dan aku Hanya memilih tetap berada di sisi dalam Dan kau berada di luar Hingga rumah kita hanyalah rumah beratap berharap tertutup dan terbuka Tanpa ada kau dan aku di sana Mengunci Ibnu Nafisah Kendari, 17 April 2016

BANTAL

BANTAL Semalam kita berpagut tiada henti hingga letih Kamar menutup mata karena gelap senyap dan akhirnya lenyap Lantai tak sedingin pantai berhembus santai sampai merantai lelap Inilah hari kesekian kalinya dinding memberi kesaksian tentang keseksian kita di atas ranjang Tapi kali ini tanpa siapa-siapa tanpa sapa tanpa suara di udara Hanya sebungkus bantal yang mengental telah lama kukenal Pengantar ketidaksadaran-ketidaksabaran melewati waktu Bagai jembatan titian sampailah kita di pagi hari dengan jari-jari yang masih utuh Kepala yang masih pada tempatnya tepatnya masih hidup Demi memeluknya di makam malam yang telah karam Berteman jeritan jeratan kelam yang tak berkesudahan hingga berkesusahan Lalu melagu melayu seperti malam malam sebelumnya di taman alam bawah sadar yang biasa kita kunjungi Kemasilah relasi, teman, sahabat, yang hendak ikut serta mungkin juga kinasih, kekasih, atau kedasih segara Sebelum sauh ditarik bahtera jauh berlayar ke pulau-pulau yang tak per

SELIMUT

SELIMUT Hampir kulupakan ingatan tentang dirimu yang mampir menampar Layaknya semut melewati urat-urat aurat merengkuh aku bagai selimut Menggenggam dalam napas tak kunjung terbalas Menutupi resah mendesah karena gelisah mengasah Sebagai penghantar tidur mungkin juga melindur Ah, wajahmu saja sudah kendur di kepala Masih juga inginkan bunga tidur Tapi biarkan hari ini aku bebas Bebas dari bayangmu Dari wujud yang menghantui Dari kesumat ini Biarkan aku tenang Meski itu hanya mimpi Mimpi yang terbayar saat kita bertemu di dunia mimpi Ibnu Nafisah Kendari, 16 April 2016

RANJANG

RANJANG Terbaring di sana hanya jasad Roh ini telah lama melayang; terbang Bagai layang-layang putus gentayangan Tubuh itu bukan tidur namun dingin membeku oleh belaian Berselimut gelap segenap lelah semakin kalap Dengkuran bertabu itu bukan nyenyak namun luapan kesedihan; menyedihkan Suara itupun bukan ingauan tapi teriakan kekesalan oleh derita di malam kelam Mimpi yang tak kesampaian Atau bahkan harapan tak kunjung berujung Dan ini bukan ranjang Ini hanyalah dunia tempatmu berlari Agar esok jika engkau terbangun telah siap tuk hadapi pedih; perihmu Ibnu Nafisah Kendari, 16 April 2016

TEMBOK

TEMBOK Ingin kutulis putih pada tembok Atau merah pada kepala Luka pada hati Teriakan pada udara Melonglong bak anjing Karena kelaparan oleh sepi Dihianati waktu Serta diperangi rindu Ingin kucoret goreskan hampa di dinding terjal Percikan amarah kepalan tangan Ludahi saja tinggal pergi Mungkin pula percikan darah di sana Sambil menahan luapan di dada Air pada mata Bukan karena sedih tapi pedih Merana meraba ruang kosong yang melompong ........ Selebihnya kau tahu sendiri Karena aku tak ada saat bayangmu semakin jauh di ingatan. Ibnu Nafisah Kendari, 16 April 2016