Posts

Showing posts from December, 2015

RAVANA

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************** RAVANA (Trilogi Ramayana) Gerhana matahari penuhi tawang Prabhu Dasamukha melaga Berkereta kencana Menerjang Delapan ekor kuda terpecut Debu garang terbangan Kebengisan sambut Pertarungan Alengka membara kalap amuk Perang ini berkecamuk Demi cinta Sita Dasagriva pun hunus senjata Dibunuh atau merana Sebuah pilihan Rintihan Seketika Taman Asoka mewangi Teringat sang Dewi Memohon janji Suci Sanggupkah Dasakanta hidup terluka Ditinggal mati sendiri Hingga terlupa Menyendiri Tidak, Itu bukan akhirnya Tiada bisa pisahkan Seribu rasa Berkejaran Sang Brahmana setengah Rakshasa Modar melayang nyawa Ditembus Brahmastra Rama Demi kekasih hati sejatinya Rela kalah mengalah Jadi resi Abadi Ibnu Nafisah Kendari, 12 Desember 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Dasamukha : Bermuka sepuluh Dasagriva : Berleher sepuluh Dasakanta : Berkerongkongan sepuluh Tawang : Ruang di antara langit dan bumi

RAMABHADRA

PUISI PATIDUSA ORIGINAL ************************ RAMABHADRA (Trilogi Ramayana) Akulah sang raja cinta Kuagungkan kau Sita Sebagai ratu Yayiku Tidaklah Tiada dua Di kerajaan hati Engkau ranjang surga sejati Tempat menidurkan segala jiwa Tujuan berpulang raga Kita sepasang Sebayang Pula; Akulah awatara Turun menjelma dunia Demi melihat kau bahagia Tak akan pernah meragu Pada kasihmu merayu Wahai bidari Dewiku Akhirnya Semua berbeda Agar langit menyadari Bahwa engkaulah maha  suci Tak termakan api terbakar Diterima bumi berakar Meski pisah Resah Rela Pasti pasrah Pun terbayar sudah Pertempuran kemenangan lawan angkara Ibnu Nafisah Kendari, 24 Desember 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Awatara : Avatara atau avatar, Inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa maupun manifestasinya. Ramabhadra : Rama Yayi : Dinda

ENTAHLAH

ENTAHLAH (Sebuah kerinduan) Entahlah Aku merindukan kemarau Angin mengendus hembus menderau Awan gemawan nan rupawan Menaungi arungi gadis menawan Dikecupnya bibir merah rekah Sepasang mata matari rebah Seakan hangat tersengat manja Di sela senyum candu bagai ganja Termabuk-mabuk pesona Bahkan jika tawamu menggema bak senja Oh ... Entahlah Ketika hujan menghujam Desir rindu serasa sewindu merejam Bayang terbawa pada padang panjang Seribu ilalang belalang melanglang Aroma bukit mendekap kulit Sungguh wajahmu terbabas sulit Tak satupun derai rintik menitik Memudartukarkan dara cantik Kini semakin menggelitik Jiwa hatiku terbuai cinta gemericik Ibnu Nafisah Kendari, 20 Desember 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Terbabas : Hanyut dan kehilangan arah (karena diserang ombak, angin ribut), terkatung-katung

BINTANG

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************** BINTANG Bila aku bumantara; rumah Kaulah sang bintang Bersinar ramah Melintang Pun seekor jantan menjangan Luas padang angan Kau pepohonan Menyejukkan Jika lelah berlari mengejar Kan kupandang langit Senyummu terpancar Berbait-bait Seluas tawang jembar anggara Pendar secantik angkasa Akulah rembulan Seperjalanan Saat sesat hilang rimba Engkau adalah Limpapas Penuntun cinta Kompas Ibnu Nafisah Kendari, 08 Desember 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Bumantara : Angkasa Tawang : Ruang di antara langit dan bumi Menjangan : Rusa Jembar : Luas, lebar, lapang dada (hati) Anggara : Liar, buas Limpapas : Kupu-kupu yang besar

REMBULAN

PUISI PATIDUSA BIAS ******************* REMBULAN Bulan Aku berjalan Terang gelap hidup Cerah segenap luka redup Tunjuk arah  'tuk kembali Berpendar dalam hati Tidak sekali Berkali Pandu Tuntun aku Bagai gelombang perak Menerobos desir jiwa bergerak Tak ingin pula tersentuh Sebelum petang setubuh Memanggil rindu Dahulu Duet Kitalah siluet Di padang perbukitan Akulah serigala lolongan jeritan Bak burung hantui malam Menanti engkau karam Saresmi raga Purba Ibnu Nafisah Kendari, 08 Desember 2015

HALIMUN

PUISI PATIDUSA ORIGINAL ************************ HALIMUN Akulah sang pagi buta Pohon berdiri gigil Gelap meronta Menengil Bintang Masih melintang Sisa malam menggantung Tak ingin pergi bergelantung Kubiarkan kau serapat kabut Meniup jadi biut Terdekap sekap Lelap Embun Seindah halimun Cumbui penat pekat Rasuki sukma haus lekat Kaulah pakaian sutra semburat Sentuh damaikan jiwa Samarkan gurat Sahaja Ilam-ilam Dirimu bersemayam Seperti sebam terselam Kita berpagut berpaut mendekam Ibnu Nafisah Kendari, 08 Desember 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Sebam : Berwarna biru atau kelabu, tidak jernih atau tidak terang warnanya, suram. Ilam-ilam : Tampak suram (kelam), tidak nyata kelihatan (karena jauh dan sebagainya). Halimun : Kabut Biut : Tidak mau sembuh-sembuh (tentang penyakit). Menengil : Menyembul (menonjol) sedikit.

BUMI

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************** BUMI Tersemai benih di dada Aksara titipkan rasa Ingin kutuai Membuai Kaulah hamparan luas terbentang Di tubuhmu terlentang Sepetak harapan Ratapan Engkau rahim benih kusemaikan Tempat tunas tetumbuhan Resah dedukaan Pepohonan Cengkung tampung gelisah laut Udara yang kalut Ribuan cinta Memuja Sekembalinya diri pada lahat Pulang berangkulan rekat Tertidur direbahku Dalammu Ibnu Nafisah Kendari, 08 Desember 2015

API

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************************** API Aku terbakar liar cintamu Dijilati gelora menderu Hasrat meremas Memanas Akulah kayu yang bergeletak Ilalang berasap lesap Bara retak Tercecap Minyak undang hadirmu tersulut Sejumput gairah tersundut Panggang rasa Menyala-nyala Kitalah pijar karena tergesek Lelah  melalak ringsek Gejolak berdebar Berkobar Ibnu Nafisah Kendari, 07 Desember 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Ringsek : Rusak dan pesut Melalak : Terbakar, meletup Lesap : Hilang

BATU

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************************** BATU Takkan habis sabar menggebu Meski diterpa hujan Ditiup debu Berlumutan Takkan musnah dimakan waktu Hari kian berlalu Rasa sama Mencinta Bertahun dihempas sang badai Usia dirampas ternodai Hati kembali Lagi Beribu jarak kita terpisah Beratus kali kesah Atma membeku Menyatu Ibnu Nafisah Kendari, 08 Desember 2015

UDARA

PUISI PATIDUSA CEMARA ********************** UDARA Sesak Aku tanpamu Tercekat hampa mendesak Raung meriung gagu meragu Kubiar Engkau ikhtiar Setiap sudut hati Membuka diri untuk terasuki Mata Takkan nyata Tapi hadirmu berasa Saat hirup hidup berada Lepas Aku lekas Di ruang berongga Kaulah zat penuhi kosongnya Ibnu Nafisah Kendari, 07 Desember 2015 ----------------------- Catatan Kaki : Meriung : berkumpul

AIR

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************** AIR Akulah geronggang tempatmu beredar Aliri aliran kerokong Jadi penyegar Keroncong Daku dahaga kering merindu Tandus ingin mengadu Kau candu Buatku Pun sebagai cangkir kelompang Menanti engkau ada Kosong meradang Mengada Ibnu Nafisah Kendari, 08 Desember 2015 ----------------------- Geronggang : Lubang di dalam, rongga (di dalam kayu, batu dsb) Kelompang : Kosong

TANAH

PUISI PATIDUSA BIAS ******************* TANAH Kembali Tempat tergali Pun kan pergi Menemui cintanya di hati Bila nanti tiba waktu Ajal sebagai penentu Kita bercakap Berdekap Tubuhmu Timbuni rubuhku Peluk berpagut desak Akhiri jeritan dunia sesak Ruang kosong tak isi Hadirmu, diri mengisi Menyatu padu Beradu Bertunas Kan menetas Kisah jadi asmara Bumi serapat tanah menyapa Ibnu Nafisah Kendari, 06 Desember 2015

CAHAYA

PUISI PATIDUSA TANGGA ********************** CAHAYA Hadirmu lahir saat purnama Pendar nelusuk atma Terangi kecewa Gulana Diciumi dedaun tanah angkasa Terobos semburat maya Satu fatamorgana Sempurna Pelukan malam kian erat Desah risau menjerat Bekui barat Karat Lindap bekap kau menerangi Siluet pohonan gerayangi Perbukitan jelajahi Terambahi Aku menanti  aksara pelita Terbang seindah jelita Sorot seluruh Luruh Kau bagai kilatan binar Akulah gelap samar Menunggumu sabar Bersinar Ibnu Nafisah Kendari, 06 Desember 2015

CINTA

(Kata yang kau ucapkan ketika rintik mencium tanah) Hujan kaulah kekasih hati Basahi tanah jiwa kering berahi Gemerencik air pada daun jendela Adalah rayumu yang binal meraja Engkau jilati segala bumi keringan Mengangkangi desah pohonan Puaskan dahaga nafsuh meranggas Akan kerontang tandus mengganas Tubuh kita terbalut angin dingin Saresmi bertelanjang di udara berangin Kita adalah petir juga halilintar bahana Awan kelabu lalu derai rinai melanda Napas juga dekap saling buru rebas-rebas Berpagut bergelinjangan jadi deras Kitalah kamasutra di saluran berarus jeram Bergelora berlonjak-lonjak pada sungai deram Hingga satu kenyut lainnya denyut Tinggal tetes sepi pada daun hanyut Ibnu Nafisah Kendari, 03 Desember 2015 ------------------------ Catatan Kaki : Kenyut : Mengisap (puting susu, dot dsb), menyusu, menetek Deram : Tiruan bunyi besar dan kuat seperti bunyi aum harimau (guruh, gendang besar dan sebagainya) Rebas-rebas : (hujan), rintik-rintik, gerimis Sare